REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Lilis Sri Handayani, Antara
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memberlakukan jam malam untuk siswa sekolah di Provinsi Jawa Barat terhitung Jumat (23/5/2025). Batas maksimal anak-anak berada di luar rumah hanya sampai pukul 21.00 WIB kecuali melaksanakan kegiatan tertentu.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyampaikan keberpihakannya kepada program Dedi Mulyadi itu. Aris memandang program tersebut dapat berpengaruh positif dalam perlindungan anak.
"Saya kira penerapan jam malam adalah langkah positif untuk memberikan perlindungan kepada anak," kata Aris kepada Republika, Senin (2/6/2025).
Walau demikian, Aris mengkritisi kriteria yang menjadi target jam malam hanya peserta didik. Padahal Aris mengamati tak sedikit anak di Jabar sudah putus sekolah.
"Namun, kenapa sasarannya hanya untuk peserta didik. Bagaimana edaran itu menjangkau anak yang tidak berstatus peserta didik," ujar Aris.
Aris mendorong kebijakan jam malam ini berlaku ke semua anak tak terkecuali yang putus sekolah. "Ini perlu diberikan penjelasan ke publik. Karena angka anak tidak sekolah di Jawa Barat juga tinggi," ujar Aris.
Aris juga berharap penetapan kebijakan ini melibatkan unsur ekosistem perlindungan anak di tingkat RT/RW dan Desa seperti orang tua, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Dengan begitu, barulah kebijakan ini menurutnya dapat menuai hasil optimal.
"Semua komponen sistem harus memahami tata laksana program ini, sehingga efektif penerapannya," ujar Aris.
Selain itu, Aris menekankan agar pihak pengawas memahami prosedur keselamatan anak. Hal ini guna mencegah jatuhnya anak sebagai korban kekerasan saat terciduk melanggar kebijakan itu.
"Kami berharap petugas yang disiapkan mengawal dan mengawasi jalannya jam malam, harus memahami dan menerapkan safeguarding atau kebijakan keselamatan anak," ujar Aris.
Berbeda dengan kebijakan jam malam, KPAI sebelumnya mengkritik Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa atau pendidikan barak militer yang diusung Dedi Mulyadi, karena dinilai berpotensi melanggar prinsip pemenuhan hak anak. Berdasarkan hasil pemantauan, KPAI mendapati 12 temuan.
"Salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip ini tercermin dari adanya praktik diskriminatif dan tidak dilibatkannya anak dalam proses, yang kemudian menimbulkan stigma negatif seperti label anak nakal atau anak bermasalah terhadap peserta program," kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat (16/5/2025).