Jakarta, CNBC Indonesia- China kembali mengguncang peta persaingan udara global lewat jet tempur.
Setelah J-20 "Mighty Dragon" atau "naga perkasa" yang sudah operasional sejak 2017, kini negeri tirai bambu memberi bocoran pertama tentang prototipe jet tempur siluman generasi keenam buatan Shenyang Aircraft Corporation.
Pesawat ini diproyeksikan sebagai penerus J-20 dan ditargetkan masuk layanan awal 2030-an.
Di sisi lain, varian terbaru J-20A juga telah muncul dengan peningkatan signifikan pada mesin, sistem pendingin, hingga kemampuan peperangan elektronik.
Berbeda dengan desain konvensional, pesawat generasi keenam Shenyang tampil tanpa ekor (tailless configuration), lengkap dengan sayap ujung yang dapat berputar (swivelling wingtips) untuk menambah stabilitas arah.
Mesin yang dipasang diduga turunan WS-15, salah satu mesin jet tempur paling efisien di dunia dengan rasio dorong/berat setara mesin F135 milik F-35 Amerika.
Tak hanya itu, moncongnya yang panjang berbentuk berlian diyakini memuat radar berukuran besar memberi keunggulan dalam deteksi jarak jauh.
Sementara itu, J-20A yang diperbarui tetap mempertahankan jarak jelajah dan ruang senjata internal, tetapi kini mampu membawa sistem sensor lebih canggih.
Dengan integrasi lebih baik untuk Beyond Visual Range (BVR) combat, J-20A menawarkan kestabilan penargetan jarak jauh yang lebih baik serta pemanfaatan rudal udara-ke-udara generasi terbaru.
Singkatnya, China memastikan armada tempur saat ini tetap relevan.
Dari sisi dimensi, jet generasi keenam diperkirakan seukuran J-20 lebih besar dibanding F-35 Amerika.
Foto: (REUTERS/Tingshu Wang)
Jet tempur J-16D, J-20, dan J-35A terbang di atas Lapangan Tiananmen selama parade militer untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, di Beijing, Tiongkok, 3 September 2025. (REUTERS/Tingshu Wang)
Menariknya, proyek ini dikembangkan berpasangan yakni satu varian untuk dominasi udara jarak menengah, satu lagi dengan jangkauan ultra-panjang yang digadang-gadang sebagai pesawat tempur terbesar di dunia untuk penetrasi target jauh di kawasan Pasifik. Dengan pendekatan "high-low combination", PLA Air Force tampak meniru formula yang dulu digunakan AS dengan F-22 dan F-35, tetapi kali ini dengan skala berbeda.
Keunggulan China juga terletak pada kecepatan produksi. Jika J-20 membutuhkan waktu singkat dari uji terbang ke layanan garis depan, pola yang sama diperkirakan berlaku bagi generasi keenam.
Bandingkan dengan Amerika, di mana program F-47, jet generasi keenam mereka, baru dijadwalkan terbang perdana pada 2028 empat tahun lebih lambat dari proyek China. Keterlambatan ini dipicu masalah pendanaan dan prioritas pada proyek lain seperti F/A-XX untuk Angkatan Laut AS.
Perbedaan kecepatan ini menciptakan kesenjangan strategis. Ketika AS masih berkutat dengan F-35 yang semakin dipertanyakan relevansinya, China berpotensi mengoperasikan armada tempur generasi keenam jauh lebih awal.
Rusia maupun Eropa bahkan diperkirakan belum mendekati level yang sama dalam waktu dekat. Dengan kata lain, peta dominasi udara global bisa bergeser signifikan pada dekade 2030-an.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)