Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan menyetujui proposal terbaru gencatan senjata Gaza. Hal ini diumumkan dalam pertemuan keduanya di Washington, Senin (29/9/2025).
Saat mempresentasikannya di Gedung Putih, Trump memuji rencana tersebut sebagai sesuatu yang bersejarah. Namun, mencari tahu detail dari beberapa elemennya kemungkinan akan menjadi tantangan besar dalam implementasinya.
Proposal gencatan senjata 20 poin dari AS di Gaza mencakup banyak ketentuan ambigu yang bisa menjadi penentu bagi masa depan Palestina dan kawasan tersebut.
Berikut adalah lima isu yang belum terselesaikan dalam proposal tersebut:
1. Bagaimana Gaza akan diperintah?
Proposal ini membayangkan sebuah "pemerintahan transisi sementara dari komite Palestina yang teknokratis dan apolitis" yang akan mengawasi urusan di wilayah tersebut. Namun, tidak dirinci bagaimana panel ini akan dibentuk atau siapa yang akan memilih anggotanya.
Lebih lanjut, rencana tersebut mengatakan bahwa Trump dan Toni Blair, mantan PM Inggris, akan memimpin sebuah "dewan perdamaian" yang akan mengawasi komite pemerintahan tersebut.
Di sisi lain, peta jalan tersebut tidak menjelaskan sifat hubungan antara dewan ini dan komite Palestina, atau pada tingkat apa keputusan sehari-hari akan dibuat.
2. Apakah Otoritas Palestina (PA) akan dilibatkan?
Rencana Trump mengatakan bahwa otoritas transisi akan mengambil alih kendali Gaza hingga "PA telah menyelesaikan program reformasinya" dan "dapat dengan aman dan efektif mengambil kembali kendali atas Gaza".
Namun, masih belum jelas siapa yang akan mensertifikasi bahwa PA siap untuk mengambil alih Gaza atau tolok ukur apa yang harus dipenuhi oleh PA untuk menangani pemerintahan di wilayah tersebut.
Tidak ada jadwal, hanya pernyataan yang tidak jelas. Bahasa dalam proposal tersebut juga memperlakukan Gaza sebagai entitas independen, bukan sebagai bagian dari Palestina yang harus disatukan dengan sisa wilayah Palestina yang diduduki.
Sementara itu, Netanyahu, yang mengatakan setuju dengan proposal tersebut, telah menyingkirkan kemungkinan kembalinya PA ke Gaza.
"Gaza akan dikelola bukan oleh Hamas, bukan pula oleh PA," tegasnya, saat berdiri di samping Trump.
3. Bagaimana pasukan internasional akan dibentuk?
Rencana tersebut mengatakan bahwa Gaza akan diamankan oleh "Pasukan Stabilisasi Internasional sementara", tetapi dari mana pasukan itu akan datang, dan apa mandatnya masih belum jelas.
Tidak jelas negara mana yang bersedia mengirim pasukan ke Gaza, atau negara mana yang akan dapat diterima di bawah rencana tersebut.
Proposal tersebut juga tidak menjelaskan tanggung jawab dan aturan keterlibatan dari calon pasukan penjaga perdamaian tersebut.
Sejumlah pertanyaan seperti apakah mereka akan bertindak, apa mereka akan ditugaskan untuk menghadapi Hamas, dan apakah mereka akan mampu melawan pasukan Israel untuk melindungi warga Palestina masih jadi pertanyaan.
4. Kapan Israel mundur?
Proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan menarik diri dari Gaza "berdasarkan standar, tonggak pencapaian, dan kerangka waktu yang terkait dengan demiliterisasi".
Sekali lagi, ketentuan tersebut tidak menetapkan jadwal penarikan Israel atau standar yang jelas tentang bagaimana dan kapan hal itu akan terjadi.
Selain itu, proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan mempertahankan "perimeter keamanan" di Gaza sampai wilayah tersebut "benar-benar aman dari segala ancaman teror yang muncul kembali".
Tetapi tidak ada penjelasan tentang siapa yang pada akhirnya akan memutuskan kapan kondisi-kondisi ini terpenuhi.
5. Apakah negara Palestina dipertimbangkan?
Selama konferensi persnya pada hari Senin, Trump mengatakan bahwa beberapa sekutu telah "secara bodoh mengakui negara Palestina... tapi mereka benar-benar, saya pikir, melakukan itu karena mereka sangat lelah dengan apa yang sedang terjadi".
Proposal tersebut merujuk pada prospek negara Palestina di balik dinding ketidakjelasan, syarat, dan kualifikasi yang tebal.
"Sementara pembangunan kembali Gaza berjalan dan ketika program reformasi PA dilaksanakan dengan setia, kondisi-kondisi tersebut mungkin akhirnya tercipta untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina, yang kami akui sebagai aspirasi rakyat Palestina," katanya.
Jadi, pembangunan Gaza dan "reformasi" PA ditetapkan sebagai syarat. Dan bahkan setelah itu, diskusi untuk negara Palestina "mungkin" akan dilakukan. Itu tidak dijamin.
Lebih dari itu, proposal tersebut tidak mengakui hak atas negara Palestina sebagai sesuatu yang dicari oleh rakyat Palestina.
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sahabat Putin Blak-blakan jika AS Kalahkan Iran, Moskow Berikutnya