Dolar Ganas, Fed Sudah Bicara: Pasar Saham Tunggu 'Kartu Truf' Purbaya

3 hours ago 1
  •  Pasar keuangan Tanah Air bergerak tidak senada, IHSG dan rupiah melemah, namun yield obligasi tenor 10 tahun RI kembali turun.
  • Wall Street ditutup beragam tetapi S&P dan Nasdaq tembus rekor
  • Risalah The Fed dan data ekonomi dalam negeri akan menjadi penggerak pada perdagangan hari ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin, Rabu (8/10/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta nilai tukar rupiah ditutup melemah, sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau makin diminati investor.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu bergerak di zona positif pada perdagangan hari ini, Kamis (9/10/2025). Selengkapnya mengenai pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin terkoreksi tipis 0,04% ke level 8.166,02 atau kehilangan 3,2 poin, dengan nilai transaksi mencapai Rp29,47 triliun dan melibatkan 39,93 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 3,11 juta kali. Sebanyak 290 saham menguat, 406 melemah, dan 103 saham stagnan.

Sementara itu, investor asing tercatat melakukan net sell sebesar Rp 455 miliar pada perdagangan kemarin.

Sektor keuangan dan industrial menjadi penyebab pelemahan IHSG dengan masing-masing sektor mengalami penurunan 0,91% dan 0,88%. Sementara itu, sektor bahan baku dan properti menjadi penahan lajut pelemahan dengan kenaikan 1,88% dan 1,26%.

Dilihat dari sisi emiten, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau menyumbang pelemahan terbesar dengan total 14,30 indeks poin. Diikuti oleh emiten yang terafiliasi konglomerat Prajogo Pangestu yakni, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dengan 12,35 indeks poin.

Namun sebaliknya, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) menjadi penahan laju pelemahan IHSG kemarin, dengan bobot masing-masing sebesar 4,80 dan 4,76 indeks poin.

Beralih ke pasar nilai tukar, rupiah ditutup melemah 0,12% ke posisi Rp16.555/US$ pada perdagangan kemarin, Rabu (8/10/2025).

Sejak pembukaan, rupiah sudah berada di zona negatif dan sempat menyentuh level Rp16.618/US$, menembus batas psikologis Rp16.600/US$, sebelum pelemahannya sedikit membaik menjelang penutupan.

Pelemahan rupiah kemarin, terjadi seiring dengan indeks dolar AS (DXY) yang kembali melanjutkan penguatannya, bahkan mencatatkan level terkuatnya dalam sebulan terakhir.

Penguatan DXY terjadi setelah pernyataan hawkish dari sejumlah pejabat The Federal Reserve (The Fed).

Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid menegaskan bahwa bank sentral masih perlu terus menekan inflasi yang dinilai "masih terlalu tinggi". Sementara itu, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan bahwa pemangkasan suku bunga yang terlalu agresif justru berisiko memicu kembali tekanan inflasi di Amerika Serikat.

Nada hawkish ini membuat pelaku pasar menilai peluang penurunan suku bunga lanjutan di akhir tahun menjadi lebih kecil, sehingga mendorong penguatan dolar AS yang berimbas pada pelemahan rupiah.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbas hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 2,22% menjadi 6,129%.Sekaligus menandai level terendahnya sejak September 2021 atau lebih dari empat tahun. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menandakan bahwa investor tampak melakukan aksi beli.


Pages

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |