Draw The Line Serukan Pajak Super Kaya hingga Penutupan Dini PLTU

5 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Draw The Line: Reset Indonesia menggelar long march dari Terowongan Kendal menuju Istana Negara, Jakarta, untuk mendesak pemerintah mengambil langkah mengatasi krisis iklim dan demokrasi.

Koalisi menyebut aksi itu didorong semakin nyatanya dampak krisis iklim. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 3.472 bencana terjadi sepanjang 2024. Selain itu, biaya hidup masyarakat terus naik, sementara ruang demokrasi dinilai makin menyempit.

Peserta Draw The Line menyampaikan empat tuntutan. Pertama, mereka mendesak keputusan berbasis aspirasi masyarakat melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat, penguatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, perlindungan pembela lingkungan, serta desentralisasi dan demokratisasi energi. Hal itu dinilai penting karena banyak beban ekonomi akhirnya ditanggung masyarakat dan buruh.

“Aksi ini adalah seruan untuk menarik batas yang tegas dan menagih perubahan nyata. Arah kebijakan harus diubah, dengan berangkat dari kebutuhan dan partisipasi masyarakat terdampak, bukan sekadar formalitas yang menyalin keputusan elitis,” kata field organizer 350.org Indonesia, Suriadi Darmoko, dalam pernyataan koalisi, Jumat (19/9/2025).

Suriadi menegaskan, keadilan iklim bukan hanya soal menurunkan emisi, tetapi juga memutus siklus ketimpangan yang membuat rakyat menanggung biaya krisis iklim paling besar.

Kedua, Draw The Line menuntut pemerintah melindungi masyarakat, menyusul banyaknya peserta aksi protes yang ditangkap, mengalami luka-luka, bahkan meninggal dunia. Pemerintah didesak membebaskan seluruh demonstran yang dikriminalisasi, mengembalikan TNI ke barak, serta menghentikan kriminalisasi aktivis lingkungan dan HAM. Menurut koalisi, ruang sipil yang aman merupakan prasyarat bagi tercapainya keadilan iklim.

Ketiga, koalisi menuntut pemerintah mengambil langkah untuk mengakhiri ketimpangan ekonomi. Pemerintah didesak menerapkan pajak khusus bagi kelompok super kaya, mencabut insentif industri batu bara, menarik pajak windfall profit pada sektor ekstraktif, serta memberikan subsidi pembangunan energi terbarukan yang terdesentralisasi.

“Kita harus ingat, banyak dari kelompok super kaya merupakan bagian dari perusak. Kekayaan yang berasal dari industri ekstraktif, seperti pertambangan dan kelapa sawit, mencekik ruang hidup rakyat dan lingkungan. Riset CELIOS menunjukkan potensi pajak kekayaan dari 50 orang super kaya mencapai sekitar Rp81,56 triliun per tahun hanya dengan tarif 2 persen dari aset,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudistira.

Ia menambahkan, total penerimaan pajak dari berbagai instrumen yang menargetkan orang super kaya dan perusak bisa mencapai Rp524 triliun. Skema ini, menurutnya, harus didorong pemerintah dibanding terus membebani rakyat.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |