Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) menegaskan kembali perannya sebagai katalisator utama dalam mendukung pencapaian dua komitmen strategis pemerintah, yakni penurunan emisi gas rumah kaca dan penguatan ketahanan bangsa terhadap risiko bencana.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan target penurunan emisi sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030 mendatang. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen memperkuat ketangguhan nasional sesuai dengan kerangka kerja global Sendai Framework for Disaster Risk Reduction.
BPDLH memiliki mandat komprehensif untuk menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana melalui berbagai skema pembiayaan dan hibah, mengingat fungsinya sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dengan fleksibilitas tinggi. Pendanaan yang dikelola BPDLH bersumber dari APBN, APBD, filantropi, donor, badan usaha, hingga Multilateral Development Banks (MDBs). Dengan mandat tersebut, BPDLH berperan menjadi penghubung vital antara penyedia dana dan pelaksana program dalam ekosistem pembiayaan lingkungan hidup dan penanggulangan bencana di Indonesia.
"BPDLH berperan sebagai penghimpun sekaligus penyalur dana melalui program-program yang berada di bawah 10 Kementerian Komite Pengarah. Kami bertindak sebagai fasilitator yang mempertemukan pihak penyedia dana, seperti filantropi, donor, dan dunia usaha, dengan pihak pelaksana program, seperti pemerintah daerah," ungkap Direktur Penyaluran Dana BPDLH, Damayanti Ratunanda dalam keterangan resmi, Jumat (26/9/2025).
Lebih jauh, BPDLH mengoptimalkan perannya melalui lima windows tema strategis. Di antaranya adalah Agriculture, Forest, and Other Land Use (AFOLU) dan Sustainable Ecosystem; Just and Affordable Clean Energy; Circular Economy and Zero Waste Emission; Health, Water, and Food Security; serta Climate and Disaster Resilience. Seluruh implementasi tema strategis tersebut dilaksanakan dengan pengelolaan risiko komprehensif, termasuk perlindungan terhadap risiko lingkungan dan sosial yang menjadi prioritas utama dalam setiap program.
Selain itu, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 401/2021, BPDLH ditunjuk sebagai Pelaksana Pengelola Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB). Mekanisme pembiayaan inovatif ini mengadopsi prinsip dana abadi dengan menghimpun modal dari berbagai sumber, antara lain pemerintah, swasta, dan internasional. Setelah itu, dana tersebut dikembangkan melalui diversifikasi investasi jangka panjang dan pendek untuk menghasilkan imbal hasil berkelanjutan.
Berbeda dengan dana abadi konvensional yang hanya memanfaatkan hasil investasi, PFB memiliki fleksibilitas unik untuk menggunakan seluruh dana utama ketika menghadapi kondisi bencana luar biasa, baik bencana alam maupun non-alam seperti pandemi, yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia. Akhirnya, skema ini diambil guna memastikan ketersediaan sumber daya finansial yang memadai untuk mengatasi tantangan bencana yang semakin kompleks dan sulit diprediksi.
Lantas, hasil investasi PFB menjadi tulang punggung pembiayaan yang mencakup seluruh spektrum manajemen bencana, mulai dari pra-bencana, darurat bencana, hingga rehabilitasi pasca-bencana. Di samping itu, PFB juga mendukung mekanisme transfer risiko melalui asuransi bencana, baik konvensional maupun produk inovatif seperti asuransi parametrik yang memberikan pembayaran langsung berdasarkan parameter fisik tertentu sesuai dengan polis.
Pada dasarnya, perlindungan berupa asuransi bencana menjadi kebutuhan krusial bagi pemerintah daerah untuk mengurangi beban fiskal, meningkatkan kewaspadaan, sekaligus mewujudkan kesiapsiagaan serta tanggap bencana yang lebih efektif. Dengan keberadaan perlindungan ini, pemerintah daerah dapat fokus pada pembangunan dan pelayanan publik tanpa khawatir oleh beban finansial akibat bencana.
Untuk itu, pihak BPDLH menargetkan penyaluran dana PFB pada tahun 2025 kepada empat kementerian/lembaga strategis. Di antaranya adalah BNPB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan. Tahapan awal ini dirancang untuk membangun fondasi yang kuat sebelum memperluas akses kepada pemerintah daerah.
Berlanjut pada tahun 2027, pemerintah daerah diharapkan dapat mengakses dana PFB dengan prioritas kegiatan yang tertera pada rencana penanggulangan bencana daerah, daerah dengan indeks risiko tinggi, dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca-bencana khusus untuk kegiatan pasca-bencana, serta kegiatan yang termasuk dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) sub-urusan bencana. Skema akses yang terstruktur ini akan memastikan pemanfaatan dana tepat sasaran dan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat di daerah.
Untuk ke depannya, BPDLH akan mengintegrasikan dana lingkungan hidup, perubahan iklim, dan penanggulangan bencana dalam satu ekosistem terpadu yang menyeluruh dari hulu hingga hilir. Upaya ini akan memperkuat peran BPDLH sebagai katalisator program pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat realisasi ketahanan nasional yang berkelanjutan dalam menghadapi berbagai tantangan, terutama meningkatnya risiko bencana akibat perubahan iklim.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]