REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebaya bukan sekadar pakaian bagi perempuan Indonesia. Dalam rangka hari kebaya nasional yang jatuh tiap 24 Juli, Bakti Budaya Djarum Foundation meluncurkan film pendek berjudul #KitaBerkebaya. Film ini menjadi pengingat kebaya bukan sekadar busana tradisional atau simbol nostalgia, tetapi juga wujud sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, mengatakan membuat film tentang kebaya sudah dilakukan sejak tahun lalu. "Tahun lalu sudah buat film kebaya juga. Konsepnya artsy, ketika itu mau soroti kehidupan di luar kota besar Jakarta di mana kebaya masih jadi pakaian sehari-hari," terang Renita saat peluncuran film #KitaBerkebaya, Selasa (22/7/2025).
Tahun ini, Renita mengaku banyak mau. "Maunya bukan cuma hari kebaya yang seremonial, maunya mengalir. Cerita hidup itu seperti kebaya dan bagaimana kebaya itu bisa menghidupi. Mulai dari penjahit kebaya, perajin kain, dan seterusnya," sambungnya.
Menurutnya kebaya merupakan identitas bangsa yang mempersatukan segala kelas sosial dan lintas batas wilayah yang tersebar di seluruh Nusantara dengan berbagai variasi. Kebaya memancarkan keanggunan, namun juga mencerminkan ketangguhan dan kelembutan perempuan Indonesia.
"Kami ingin kebaya dapat kembali hadir dalam aktivitas sehari-hari, bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang memberdayakan, baik dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia,” ujar dia.
Tak kurang dari 250 perempuan terlibat dalam produksi film ini. Artis Maudy Ayunda, Maudy Koesnaedi, Tara Basro, Dian Sastrowardoyo, Eva Celia, Raihanun, Titi Radjo Padmaja, hingga Andien dan Lutesha juga terlibat dalam film.
Penata busana untuk film ini Hagai Pakan mengaku hampir semua jenis kebaya dipakai di film ini. "Mungkin yang paling familiar kebaya kutubatu, encim, krancang," katanya.
Menurut Hagai, kebaya tidak hanya ditemukan di Pulau Jawa. Penggunaan pakaian seperti kebaya dalam beragam modifikasinya juga ditemukan di daerah di luar Jawa. Seperti kebaya noni dari Manado.
Hagai juga sengaja menampilkan kebaya dalam variasi. Misalnya dipadukan dengan celana panjang, dengan rok, dengan aksen renda. Ia ingin memperlihatkan kebaya di era modern bisa tampil dalam beragam gaya tak melulu harus dibalut kain. Termasuk menampilkan kebaya kreasi UMKM lokal yang bisa dibeli siapapun di toko resmi atau online.
Renita menambahkan, ia berharap film pendek ini menggugah lebih banyak perempuan untuk kembali menjadikan kebaya sebagai bagian dari keseharian. "Bukan karena kewajiban budaya, tapi karena mereka merasa memiliki. Karena saat kita memilih untuk mengenakan kebaya, kita sedang merayakan siapa diri kita sebagai perempuan Indonesia dengan segala kekuatan, keindahan, dan kompleksitasnya,” katanya.