Jakarta, CNN Indonesia --
Hakim imigrasi di pengadilan Lousiana memberikan izin kepada pemerintahan federal Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Presiden Donald Trump untuk mendeportasi aktivis mahasiswa pro-Palestina, Mahmoud Khalil.
Khalil adalah mahasiswa yang terdaftar di Universitas Columbia, New York. Dia menjadi koordinator aksi pro-Palestina di lingkungan kampus pada 2024 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan tersebut diambil setelah memenuhi syarat untuk dideportasi. Sebelumnya deportasi itu mengalami kendala setelah visa pelajarnya dicabut. Pasalnya, Khalil ternyata tercatat dengan status penduduk sah Negara Paman Sam.
Keputusan hakim imigrasi, Jamee Comans itu mengafirmasi argumen pemerintahan Trump yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Dalam memonya, Rubio menyatakan keyakinan Khalil bisa mengancam keamanan nasional, dan itu harusnya jadi justifikasi untuk mendeportasinya.
"Pengadilan akan mendukung dakwaan tentang kemungkinan deportasi," kata Hakim Jamee Comans seperti dikutip dari NBC News pada Sabtu (12/4).
Dalam sidang di sana pada Jumat (11/4) lalu, pengacara Khalil mengajukan serangkaian argumen yang berupaya untuk menunda putusan tentang kelayakannya dideportasi dan menghentikan proses sepenuhnya.
Setelah putusan tersebut, Khalil, yang memilih diam selama proses persidangan dan menyuarakan pendapatnya. Ia menyatakan tidak menemukan keadilan selama proses hukum berjalan.
"Saya ingin mengutip apa yang Anda katakan terakhir kali bahwa tidak ada yang lebih penting bagi pengadilan ini selain hak proses hukum dan keadilan fundamental," kata dia.
"Jelas apa yang kita saksikan hari ini, tidak satu pun dari prinsip-prinsip ini hadir hari ini atau dalam seluruh proses ini. Inilah tepatnya mengapa pemerintahan Trump telah mengirim saya ke pengadilan ini, 1.000 mil jauhnya dari keluarga saya. Saya hanya berharap bahwa urgensi yang Anda anggap pantas bagi saya diberikan kepada ratusan orang lain yang telah berada di sini tanpa mendengar selama berbulan-bulan," imbuhnya.
Sementara itu tim hukumnya menyatakan akan terus bekerja tanpa lelah sampai Khalil bebas.
"Hari ini, kami melihat ketakutan terburuk kami terwujud: Mahmoud menjadi sasaran sandiwara proses hukum, pelanggaran mencolok atas haknya untuk mendapatkan sidang yang adil, dan senjata hukum imigrasi untuk menekan perbedaan pendapat," kata pengacaranya, Marc van der Hout.
Tahun lalu, Khalil yang baru berusia 30 ikut memimpin aksi pro-Palestina di lingkungan kampus Universitas Columbia.
Dia kemudian petugas Imigrasi dan Bea Cukai di New York pada 8 Maret. Setelah itu dia dipindahkan ke fasilitas penahanan di Jena, Louisiana, dan berada di sana selama lebih dari sebulan.
Kasusnya adalah yang pertama dari serangkaian penangkapan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump yang menargetkan mahasiswa dan cendekiawan pro-Palestina yang berada di AS dengan visa atau green card.
(lid/kid)