REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subuh hari itu di Masjid Nabawi. Seperti biasa, muazin mengumandangkan azan sebagai tanda telah masuknya waktu shalat.
Kaum Muslimin pun mulai berdatangan ke Masjid Nabawi. Mereka hendak mengikuti shalat berjamaah yang dipimpin Nabi Muhammad SAW.
Awalnya, para sahabat Nabi mengira tidak ada yang tidak-biasa pada Subuh itu. Namun, lama kelamaan mereka menyadari.
Rasulullah SAW tak kunjung tiba. Keterlambatan itu merupakan hal yang tidak biasa. Bagaimanapun, seluruh jamaah dengan sabar dan tenang menunggu kedatangan beliau.
Cukup lama juga waktu berlalu untuk menantikan kedatangan Nabi SAW. Hampir saja matahari terbit. Sejurus kemudian, jamaah melihat beliau memasuki masjid dengan bergegas. Langsung saja Rasulullah SAW memosisikan diri sebagai imam.
Shalat Subuh pun dimulai. Kali ini, beliau sengaja memperlekas shalatnya agar tidak masuk akhir waktu. Surah-surah yang dibacanya sesudah al-Fatihah pun pendek-pendek.
Setelah salam, Rasulullah SAW kemudian menghadap ke arah para sahabat. “Tetaplah kalian di tempat masing-masing,” kata beliau.
Maka tidak ada jamaah yang meninggalkan Masjid Nabawi. Sesudah itu, Nabi SAW berkata lagi, “Aku akan menyampaikan kepada kalian, mengapa aku terlambat mengimami shalat Subuh ini.”
“Semalam,” tutur beliau, “aku terbangun, dan kukerjakan shalat. Setelah itu, aku terserang kantuk yang amat berat. Kedua mataku tak kuat untuk tetap terjaga sehingga kutertidur.
Dalam keadaan demikian, tiba-tiba aku merasa berada di hadapan Allah. Dia menyapaku, dan aku membalas salam-Nya. Sesudah itu, Dia berkata, ‘Tahukah engkau apa yang sedang diperbincangkan para malaikat tentang kalian (umat Islam)?’
Aku menjawab, tidak tahu mengenai perbincangan para malaikat. Dia mengulang lagi pertanyaan itu hingga tiga kali. Setiap itu pula, kujawab dengan kata-kata yang sama.
Aku kemudian melihat Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua bahuku hingga aku merasakan dingin jari-jari-Nya. Setelah itu, tiba-tiba segalanya tampak jelas dan aku mengetahui jawaban yang Dia tanyakan.
Kemudian, Dia kembali menyapaku dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, ‘Apa yang diperbincangkan para malaikat tentang kalian?’
‘Mereka berbincang tentang kafarat, amalan-amalan penghapus dosa,’ jawabku.
‘Apakah kafarat tersebut?’
‘Melangkahkan kaki menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Kemudian, tetap berdiam setelah shalat untuk berzikir kepada-Mu. Kemudian, tetap menyempurnakan wudhu walaupun cuaca sedang sulit (sangat dingin atau terik).’
‘Apakah ada lagi hal lain yang dibicarakan para malaikat tentang umat Islam?’ tanyaku lagi.
‘Tentang amalan yang bisa mengangkat derajat manusia.’
‘Amalan apa sajakah itu?’ tanyaku kemudian.