
Kebanyakan orang tahu bahwa stres tidak baik untuk kesehatan Anda. Namun, bisakah stres benar-benar menyebabkan penyakit jantung? Jawaban singkatnya adalah ya, stres jangka panjang dapat meningkatkan risiko Anda terkena masalah jantung.
Stres adalah cara tubuh merespons ancaman atau tantangan. Saat stres, otak mengirimkan sinyal untuk melepaskan hormon seperti adrenalin dan kortisol.
Zat kimia ini membantu menghadapi bahaya dengan meningkatkan detak jantung, menaikkan tekanan darah, dan mengirimkan lebih banyak energi ke otot-otot Anda.
Ini membantu dalam waktu singkat—seperti jika Anda berada dalam situasi berbahaya—tetapi jika stres berlanjut dalam waktu lama, tubuh dapat kelelahan.
Penelitian selama beberapa dekade terakhir telah menunjukkan hubungan yang kuat antara stres kronis dan penyakit jantung.
American Heart Association melaporkan bahwa orang yang berada dalam tekanan emosional yang konstan lebih mungkin mengalami tekanan darah tinggi, masalah irama jantung, dan kerusakan arteri.
Satu studi besar yang diterbitkan dalam The Lancet meneliti lebih dari 500.000 orang dan menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat tekanan psikologis yang tinggi memiliki risiko lebih besar untuk meninggal akibat penyakit jantung, bahkan setelah mengendalikan faktor risiko lain seperti merokok dan pola makan yang buruk.
Jadi, bagaimana tepatnya stres membahayakan jantung? Ada beberapa cara.
Pertama, pelepasan hormon stres yang terus-menerus membuat tekanan darah tetap tinggi.
Tekanan darah tinggi memberi tekanan ekstra pada pembuluh darah dan dapat menyebabkan penyumbatan atau pengerasan arteri, yang dikenal sebagai aterosklerosis.
Kedua, stres dapat memengaruhi perilaku Anda. Orang yang stres lebih cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat, minum terlalu banyak alkohol, merokok, atau melewatkan olahraga—yang semuanya merupakan faktor risiko utama penyakit jantung.
Stres juga dapat memicu peradangan dalam tubuh. Peradangan adalah respons sistem kekebalan tubuh terhadap cedera atau infeksi, tetapi jika terjadi terlalu sering, peradangan dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan plak di arteri.
Menurut sebuah studi tahun 2021 dalam Journal of the American College of Cardiology, stres kronis bahkan dapat memengaruhi cara sumsum tulang memproduksi sel imun, yang kemudian dikirim ke dalam darah dan dapat mempercepat penyakit jantung.
Kekhawatiran utama lainnya adalah stres dapat menyebabkan jantung bekerja terlalu keras.
Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan kondisi seperti aritmia (detak jantung tidak teratur) atau bahkan gagal jantung.
Dalam beberapa kasus, stres ekstrem dapat memicu kondisi yang dikenal sebagai "sindrom patah hati" (atau kardiomiopati Takotsubo), di mana guncangan emosional yang tiba-tiba menyebabkan jantung melemah untuk sementara.
Kondisi ini sebagian besar memengaruhi wanita dan dapat menyerupai serangan jantung.
Kabar baiknya adalah mengelola stres dapat mengurangi risiko Anda. Studi menunjukkan bahwa orang yang mempraktikkan teknik relaksasi, perhatian penuh, atau aktivitas fisik secara teratur memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan kesehatan jantung yang lebih baik.
Terapi dan dukungan sosial juga dapat membuat perbedaan besar. Misalnya, terapi perilaku kognitif (CBT) telah terbukti membantu orang mengatasi stres dan mengurangi risiko kejadian jantung di masa mendatang pada mereka yang sudah memiliki penyakit jantung.
Singkatnya, stres lebih dari sekadar perasaan—stres memiliki dampak nyata pada tubuh, terutama jantung.
Stres jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan meningkatkan tekanan darah, menyebabkan peradangan, dan memengaruhi kebiasaan yang tidak sehat.
Namun, dengan belajar mengelola stres melalui strategi penanganan yang sehat, kita dapat melindungi jantung dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Tidak ada kata terlambat untuk mulai merawat jantung dan pikiran.