REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Alquran surah Abasa, Allah SWT menggambarkan dengan penuh kepastian bahwa penciptaan manusia ada permulaan dan ada akhir. Dimulai air mani yang hina (nuthfah), lalu Allah SWT mendesain prosesnya dengan sangat rapi sehingga menjadi manusia yang terhormat.
مِنۡ نُّطۡفَةٍؕ خَلَقَهٗ فَقَدَّرَهٗ ۙ
"Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya" (QS Abasa [80]: 19).
Kata "qaddarahuu" diartikan menyempurnakan penciptaannya dengan konstruksi yang sangat baik (fii ahsani taqwiim). Baik konstruksi fisik yang tegak berdiri sehingga menjadi fleksibel maupun konstruksi psikisnya sehingga manusia menjadi makhluk yang sangat cerdas dan inovatif.
Dalam konteks ini, manusia mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Para malaikat saja diperintahkan untuk melakukan sujud penghormatan kepadanya.
Setelah lahir ke dunia sebagai manusia, Allah SWT menjaganya jangan sampai potensi kemanusiaan tersebut yang demikian besar menjadi sia-sia atau bahkan sebaliknya turun derajat menjadi binatang.
Karena itu, Allah SWT tidak saja membekali akal yang cerdas, tetapi juga membekali wahyu sebagai panduan melalui para rasul yang Allah utus sebagai pembimbing mereka.
Jadi secara fisik, Allah SWT sediakan kebutuhannya berupa fasilitas alam semesta yang sangat rapi dan sistematis. Lalu secara ruhani, Allah SWT juga menyediakan panduan hidup berupa tuntunan wahyu yang dibawa oleh para nabi.
ثُمَّ السَّبِيۡلَ يَسَّرَهٗ
Inilah makna ayat ke-20 surah Abasa itu. Maksudnya, Allah SWT memudahkan bagi manusia jalan hidupnya di dunia, dari sejak lahir sampai kembali kepada-Nya.
Namun perlu diketahui bahwa hidup di dunia ini bukan selamanya. Dunia bukan tujuan yang sebenarnya. Karena itu, salah cara pandang sebagian orang yang menganggap bahwa dunia ini adalah segalanya.
Dalam Alquran tidak pernah Allah SWT memuji dunia sebagai jalan sukses. Bahkan, gambaran Alquran tentang dunia hanyalah sebatas senda gurau (laibuw walahwun) (QS al-Anam [6]: 32) atau kalaupun ada kenikmatan di dalamnya itu tidak lebih dari kenikmatan yang menipu (maata’ul ghuruur) (QS Ali Imran [3]: 185).
Namun, penegasan Alquran tersebut sering kali diabaikan. Akibatnya, tidak sedikit manusia yang masih terus terjerumus dalam tipu dayanya.
Di antara paling mencolok adalah masih banyak yang berpandangan bahwa orang yang paling kaya di dunia adalah yang paling sukses. Padahal jelas bahwa segala pencapaian apapun di dunia hanyalah proses.
sumber : Hikmah Republika oleh Ustaz Dr Amir Faishol Fath