REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyampaikan tanggapan terhadap kenaikan signifikan jumlah penganut aliran kepercayaan di provinsi tersebut. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 dengan nomor 97/PUU-XIV/2016, warga negara Indonesia yang menganut penghayat kepercayaan didorong untuk dapat diberikan kepastian dalam administrasi kependudukan, termasuk dalam Kartu Keluarga atau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Ya jadi memang sejak ada putusan MK, masyarakat yang memang punya keyakinan sebagai penganut aliran kepercayaan memiliki legitimasi lebih kuat, kalau memang itu sudah betul menjadi keyakinan mereka," ujar Sekretaris Umum MUI Jawa Barat (Jabar) Rafani Akhyar kepada Republika pada Senin (22/9/2025).
"Enggak ada masalah. Cuma, yang diperdebatkan oleh kami dulu itu agama atau kepercayaan," tambah dia.
Menurut Rafani, apabila kolom "agama" pada KTP dibarengi dengan tanda garis miring "aliran kepercayaan", maka percampuradukan terjadi. Dalam pandangan MUI, hal tersebut sesungguhnya tidak boleh dilakukan.
"Jadi, kalau 'agama/aliran kepercayaan', yang terjadi begini percampuradukan. Itu yang tidak boleh," ucap dia.
Rafani berharap, siapapun warga negara Indonesia (WNI) yang meyakini aliran kepercayaan sebagai agama agar tidak mencampuradukkan kepercayaannya itu dengan agama lain. Pencampuradukan suatu keyakinan dengan akidah Islam, inilah yang tidak diinginkan oleh MUI dan umat pada umumnya.
"Kalau mau, sudah punya keyakinan aliran kepercayaan sebagai agama, udah jangan dicampurkan dengan agama lain, baik Kristen dan Hindu. Itu yang tidak diinginkan," kata dia.
Rafani menegaskan, pihaknya menolak istilah "agama/aliran kepercayaan." Sebab, pada praktiknya orang yang menganut aliran kepercayaan juga kerap kali mengaku menganut agama Islam. Kondisi ini dinilainya tidak benar.
"Jangan 'agama/aliran kepercayaan', (tetapi) praktiknya orang yang menganut aliran kepercayaan itu juga menganut agama Islam. Itu yang kacau," ujar dia.
"Kalau memang itu sebagai hak asasi, silakan. UUD 45 menjamin kebebasan beragama dan keyakinan yang tidak boleh mencampuradukan," sambung dia.
Jumlah penganut atau penghayat aliran kepercayaan di Jawa Barat menunjukkan kenaikan pada tahun 2024. Dari total 3.275 orang pada 2023, jumlahnya meningkat menjadi 3.279 orang pada 2024.
Ini berarti ada peningkatan sekitar 0,12 persen. Data tersebut terpublikasi secara terbuka di situs opendata.jabar.go.id dengan nomor file 15128.
Meskipun kenaikan secara total relatif kecil, perkembangan di sejumlah daerah menunjukkan kenaikan signifikan. Kabupaten Subang tercatat sebagai wilayah dengan pertumbuhan tertinggi.
Jumlah penghayat di daerah tersebut naik signifikan, yakni dari 29 orang pada 2023 menjadi 46 orang pada 2024. Artinya, ada pelonjakan sekitar 60 persen.