PBNU: Wacana Gelar Pahlawan untuk Soeharto Dinilai Perlu Dikaji Ulang

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyematan gelar pahlawan kepada Presiden ke 2, Soeharto perlu dipertimbangkan lagi. Sejumlah tokoh menilai, penetapan gelar tersebut sebaiknya mempertimbangkan kembali aspek etis, historis, serta luka sosial yang masih membekas bagi banyak kalangan.

Ketua PBNU Savic Ali menilai, pemberian gelar pahlawan semestinya tak hanya mengacu pada keberhasilan pembangunan, tetapi juga integritas moral.

“Dalam sejarahnya, Orde Baru mengekang pergerakan NU baik secara politik maupun kelembagaan. Pahlawan adalah mereka yang berani mempertaruhkan kepentingan dirinya demi kemaslahatan bersama. Kalau masih banyak catatan kelam, sebaiknya kita menimbang ulang dengan hati-hati,” ungkapnya.

Diskusi ini menyimpulkan bahwa gelar Pahlawan Nasional semestinya diberikan kepada tokoh yang mampu menjadi teladan moral dan kemanusiaan lintas zaman bukan sekadar atas dasar kontribusi ekonomi atau stabilitas politik.

Anggota DPR RI Bonnie Triyana menjelaskan bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan bukan sekadar soal jasa, tetapi juga persoalan bagaimana bangsa mengelola ingatan kolektifnya.

“Soeharto menjadi presiden karena krisis politik, dan sejarah digunakan untuk melegitimasi kekuasaan. Pembantaian dan penangkapan massal pasca-1965 berlangsung hingga 1969. Maka, wacana kepahlawanan ini seharusnya dibaca sebagai pertarungan memori: apakah kita akan mengafirmasi atau mengoreksi kekerasan masa lalu,” ujarnya.

Budayawan Hairus Salim menambahkan bahwa masa Orde Baru ditandai dengan pembatasan ruang politik bagi kelompok masyarakat sipil, termasuk Nahdlatul Ulama (NU).

“ABRI digunakan untuk memastikan arah politik tetap satu. NU yang memiliki basis besar pun tak leluasa berkembang, kecuali yang berpihak pada Golkar. Pemilu saat itu lebih bersifat formalitas ketimbang representasi aspirasi rakyat,” katanya.

Aktivis muda NU Lily Faidatin melihat perlunya keadilan sejarah dalam menilai tokoh nasional.

“Kita perlu menghormati jasa siapa pun yang berbuat bagi negara, tapi juga tak boleh menutup mata terhadap luka yang ditinggalkan. Ayah saya menjadi korban penangkapan karena mengkritik kebijakan saat itu. Jadi bagi banyak keluarga, masa itu menyisakan trauma,” ujarnya.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |