Pengusaha Baja Teriak, RI Lemah Lawan Serbuan Barang Impor dan Dumping

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia  Pelaku industri baja di Tanah Air menyebut perlindungan pemerintah terhadap industri baja nasional dari serbuan produk impor masih kurang optimal. Meski, instrumen perlindungan itu sudah ada.

Salah satu instrumen yang dimaksud adalah anti-dumping, yang selama ini cukup agresif digunakan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Menurut PT Krakatau Steel Tbk, kebijakan ini sangat penting untuk mencegah praktik perdagangan tidak adil, khususnya dari China.

"Negara lain yang jadi tujuan impor menggunakan instrumen perlindungan untuk melindungi industri domestik dari serbuan impor," ujar Asisten Direktur Utama Krakatau Steel Widodo Setiadharmaji dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, dikutip Selasa (30/9/2025).

"Pertama instrumennya anti-dumping, ini terjadi ketika produk dari China menjual di bawah harga yang ada di pasar oleh karena itu dikenakan anti-dumping. Artinya tidak fair makanya kita punya instrumen anti-dumping, kita ada Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) ini di bawah Kemendag," jelasnya.

Namun sayangnya, penggunaan instrumen ini di Indonesia dinilai masih jauh dari optimal.

"Masalahnya Indonesia menggunakan anti-dumping sangat minim, misal dibanding Amerika yang efektif berlaku lebih dari 300. Kemenperin tadi list-nya ada 5, jadi perlindungan di Indonesia lemah. Kalau China ekspor global sampai 100 ga bisa masuk AS, dia masuk ke negara yang perlindungan lemah seperti Indonesia," tegas Widodo.

Tak hanya soal anti-dumping, Krakatau Steel juga menyoroti kebijakan bea masuk yang diterapkan secara tegas oleh pemerintahan Donald Trump pada masa lalu.

"Bukan hanya anti-dumping, Trump menggunakan bea masuk 50% untuk semua produk baja yang masuk ke AS, kena 50% kalau Indonesia mengenakan itu KS langsung untung gede," ujarnya.

Menurut Krakatau Steel, negara-negara lain mampu menerapkan variasi bea masuk berdasarkan hasil investigasi yang solid, sedangkan Indonesia cenderung longgar dalam kebijakan tarifnya.

"Variasi ada 10% 20% tergantung hasil penelitian anti-dumping, tapi kita nggak mengenakan instrumen bea masuk, sekarang kita pake FTA, kalau yang ada kerjasama berarti 0 bea masuknya," tambahnya.

Pemerintah harus bisa lebih aktif dan berani dalam menerapkan kebijakan perdagangan yang melindungi industri nasional, terutama di tengah tekanan global dan praktik dumping dari negara-negara eksportir besar seperti China.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Pengusaha Minta Pemerintah Perhatikan Industri Baja Nasional

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |