Shutdown Jadi Hantu Abadi Ekonomi AS: Puluhan Presiden Jadi Korban

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini sedang menghadapi ancaman government shutdown pada 1 Oktober 2025 mendatang. Hingga tenggat waktu yang semakin dekat, perundingan antara Presiden AS Donald Trump dan para senat dari partai Demokrat masih belum menemui titik terang.

Ancaman government shutdown di Amerika Serikat semakin nyata setelah pertemuan antara Presiden Donald Trump dengan pimpinan Partai Demokrat dan Republik di Gedung Putih, Senin (29/9/2025) waktu setempat. Pertemuan tersebut berlangsung kurang dari dua hari sebelum tenggat pendanaan pemerintah berakhir, namun hasilnya tetap menemui jalan buntu.

Wakil Presiden JD Vance menegaskan pihaknya melihat potensi besar akan terjadinya government shutdown karena sikap keras dari pihak Demokrat.

"Saya pikir kita sedang menuju government shutdown karena partai demokrat tidak melakukan hal yang benar," ujarnya dikutip dari CNBC International.

Sementara itu, Pemimpin Minoritas Senat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, mengakui kedua pihak masih memiliki jurang perbedaan yang besar. Meski begitu, Schumer mengatakan bahwa pertemuan itu setidaknya memberi ruang bagi Trump untuk pertama kalinya mendengar langsung keberatan dari partai Demokrat.

Kebuntuan politik ini membuat peluang penutupan sebagian operasi pemerintah federal AS mulai Rabu (1/10/2025) mendatang semakin besar, dengan kedua belah pihak terus saling menyalahkan terkait siapa yang akan dianggap bertanggung jawab.

Apa itu Government Shutdown

Government Shutdown atau penutupan pemerintahan adalah sebuah kondisi ketika sebagian besar lembaga pemerintah federal AS berhenti beroperasi karena tidak adanya persetujuan anggaran belanja antara Presiden dan Kongres AS.

Secara hukum, ketika pendanaan tidak tersedia maka lembaga pemerintah harus menghentikan aktivitasnya dan melakukan "furlough" atau cuti tanpa dibayar berlaku bagi pegawai yang bekerja di lembaga layanan pemerintah yang dianggap tidak penting.

Sementara itu, untuk layanan pemerintah yang dianggap penting seperti aparat keamanan, petugas lalu lintas udara, hingga anggota militer tetap bekerja namun meraka tidak akan menerima gaji sampai shutdown berakhir.

Dengan kata lain, penutupan pemerintahan ini akan menciptakan hambatan bagi birokrasi di AS yang mana akan banyak layanan publik yang macet, serta ratusan ribu pegawai pemerintahan harus merasakan ketidakpastian akan penghasilan mereka.

 Bukan Yang Pertama Kali

Kejadian penutupan pemerintahan sementara bukanlah hal baru dalam sejarah perpolitikan AS. Terakhir kali terjadi hal ini, pada Desember 22 2018 hingga 25 Januari 2019, saat itu pemerintahan AS yang dipimpin Trump pada periode pertama nya bersitegang dengan Kongres soal pendanaan pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko.

Penutupan saat itu berlangsung hingga 35 hari, bahkan tercatat sebagai yang terlama dalam sejarah AS, dan berakhir setelah pengendali lalu lintas udara melakukan mogok kerja yang membuat lumpuhnya jadwal penerbangan di AS.

Berikut ini catatan dari serangkaian penutupan atau shutdown yang pernah terjadi di pemerintahan AS.

Dalam hampir lima dekade terakhir, Amerika Serikat telah mengalami 21 kali government shutdown. Presiden yang paling sering menghadapi kondisi ini adalah Ronald Reagan.

Selama masa pemerintahannya dari 1981 hingga berakhir di 1989, tercatat terjadi delapan kali shutdown dengan durasi yang bervariasi, mulai dari satu hari hingga tiga hari.

Seringnya terjadi shutdown di era Reagan ini mencerminkan adanya ketegangan yang tinggi antara Gedung Putih dengan Kongres yang saat itu dikuasai oleh oposisi dari partai Demokrat.

Sebagai perbandingan, presiden lain seperti Jimmy Carter juga mengalami shutdown sebanyak lima kali. Sementara presiden-presiden lain seperti Bill Clinton, Barack Obama, dan Donald Trump hanya mengalami satu sampai tiga kali shutdown, meskipun dengan durasi yang lebih panjang contohnya Trump 35 hari dan Clinton 21 hari.

Lonjakan Belanja Pemerintah AS Dalam 4 Dekade Terakhir

Kejadian government shutdown yang berulang sebenarnya hanyalah puncak dari persoalan fiskal Amerika Serikat yang lebih dalam. Di balik tarik-menarik politik antara Presiden dan Kongres, terdapat masalah yang lebih serius berupa lonjakan belanja pemerintah yang terus meningkat jauh lebih cepat dibandingkan penerimaan negara, dalam lebih dari empat dekade terakhir.

Jika pada tahun fiskal 1980 total belanja pemerintah AS mencapai sebesar US$2,3 triliun atau setara Rp38,31 kuadriliun (asumsi kurs:Rp16.660/US$), yang telah disesuaikan dengan inflasi.

Belanja tersebut pada 2024 angkanya hampir naik tiga kali lipat menjadi US$6,8 triliun setara dengan Rp113,28 kuadriliun. Padahal dalam periode yang sama, jumlah penduduk AS hanya naik sekitar setengah kali lipat atau 50%.

Lonjakan belanja ini menunjukkan perubahan besar dalam prioritas kebijakan fiskal Negeri Paman Sam. Jika sebelumnya pos pertahanan dan urusan luar negeri yang mendominasi pengeluaran, kini justru program jaminan sosial dan kesehatan yang menelan porsi anggaran terbesar.

Hal ini erat kaitannya dengan faktor demografi, terutama penuaan populasi secara keseluruhan dan meningkatnya biaya perawatan di AS.

Peningkatan paling terlihat jelas pada pengeluaran untuk medicare, yang melonjak hampir 600% dari hanya US$125 miliar di 1980 naik menjadi US$874 miliar di 2024. Selain itu, pengeluaran untuk jaminan sosial juga naik lebih dari US$1 triliun.

Sementara itu, transfer pemerintah pusat ke negara bagian turut mengalami kenaikan lebih dari tiga kali lipat dalam 45 tahun menjadi US$1,1 triliun.

Sebaliknya, meski pengeluaran untuk pertahanan tetap menjadi salah satu pos besar senilai US$1,3 triliun, pertumbuhannya jauh lebih moderat. Proporsinya terhadap total belanja federal kini lebih kecil dibandingkan empat dekade lalu.

Perubahan ini tidak lepas dari faktor penuaan populasi di AS. Pada 2030, seluruh generasi Baby Boomer akan memasuki usia 65 tahun atau lebih, sehingga memperluas basis penerima manfaat Medicare dan Jaminan Sosial.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |