Pertama Kali Dalam Sejarah, Harga Emas Tembus US$4.000/ troy ons

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi global membuat instrumen aset investasi logam mulia emas terus merangkak naik. Investasi yang kerap kali disebut sebagai aset lindung nilai ini telah meroket selama setahun terakhir lebih dari 50%.

Ketidakpastian tersebut muncul di tengah-tengah ekonomi global yang sudah bergejolak akibat perubahan kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump.

Goldman Sachs menyebut, meskipun emas sering mengalami fluktuasi pasar, para investor telah meningkatkan kepemilikan mereka selama setahun terakhir karena kekhawatiran resesi dan ketidakpastian pasar. Bahkan, harga emas mencapai rekor tertinggi pada pekan ini.

Pada hari Selasa, harga emas mencapai US$4.000 per troy ons untuk pertama kalinya dalam sejarah dan tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan.

Analis dari UBS mencatat, harga emas terdorong oleh beragam sentimen seperti suku bunga yang lebih rendah, pelemahan Dolar Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian politik.

"Kami sekarang memperkirakan arus masuk untuk tahun ini sebesar 830 metrik ton, yang hampir dua kali lipat dari perkiraan awal kami sebesar 450 metrik ton di awal tahun," tulis para analis UBS dalam sebuah catatan, mengutip CNBC Internasional, Rabu (8/10).

"Risiko utama untuk emas adalah pertumbuhan AS yang lebih baik dan jika Fed terpaksa menaikkan suku bunga karena kejutan kenaikan terkait inflasi," sebutnya.

Sebelumnya, Goldman Sachs telah memprediksi kenaikan harga emas. Pihaknya melaporkan sejak akhir bulan lalu memprediksi kenaikan tersebut, bahkan memperkirakan bahwa harga emas akan naik 6% hingga pertengahan 2026 menjadi US$ 4.000 per troy ons.

Laporan ini mengkategorikan pembeli emas ke dalam dua kelompok antara lain, pembeli dengan keyakinan tinggi dengan membeli logam mulia ini secara konsisten, dan pembeli oportunis yang membeli emas saat mereka yakin harganya tepat.

Para analis juga mengatakan bahwa mereka memperkirakan bank-bank sentral akan terus membeli emas selama tiga tahun lagi.

"Alasan kami adalah bahwa bank-bank sentral di negara berkembang masih memiliki bobot emas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank sentral di negara maju dan secara bertahap meningkatkan alokasinya sebagai bagian dari strategi diversifikasi yang lebih luas," tulis analis Lina Thomas.

Sementara data survei bulan Juli dari World Gold Council menyebut, sekitar 95% bank sentral memperkirakan kepemilikan emas global akan meningkat di tahun depan.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Tarif Hantui Pasar, Begini Rekomendasi Investasi dari DBS

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |