Remaja Putri dan Strategi Kekinian dalam Pencegahan Anemia

1 day ago 3

Oleh : Awaliah, Mahasiswa Program Doktoral Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung; Dosen Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik potensi besar remaja putri Indonesia, terdapat tantangan kesehatan yang kerap terabaikan-anemia. Kondisi ini bukan sekadar menyebabkan kelelahan, tetapi juga berdampak pada konsentrasi, prestasi akademik, bahkan menimbulkan risiko komplikasi selama kehamilan di masa depan. Data Riskesdas 2018 menunjukkan, sekitar 3 dari 10 remaja putri di Indonesia mengalami anemia; angka yang tak dapat diabaikan.

Anemia sendiri merupakan kondisi ketika kadar hemoglobin dalam darah berada di bawah nilai normal, sehingga distribusi oksigen ke seluruh tubuh menjadi tidak optimal. Pada remaja putri, penyebab utama anemia adalah defisiensi zat besi, yang diperparah oleh perdarahan menstruasi dan konsumsi makanan dengan kandungan gizi rendah. Laporan WHO dan UNICEF tahun 2021 menegaskan bahwa anemia masih menjadi salah satu masalah gizi terbesar di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dampak anemia tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi fungsi kognitif dan psikososial, sehingga menurunkan kualitas hidup remaja secara keseluruhan.

Mengapa Isu Ini Penting?

Di era digital, perhatian remaja kerap terfokus pada isu kecantikan kulit dan bentuk tubuh, sementara isu kesehatan seperti anemia kurang mendapat eksposur. Padahal, kesehatan fisik yang optimal merupakan fondasi utama bagi produktivitas dan kepercayaan diri. Seperti yang sering disampaikan dr Tan Shot Yen, pencegahan anemia merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Edukasi gizi dan kesehatan yang dikemas secara kreatif sangat diperlukan agar pesan ini dapat tersampaikan secara efektif kepada remaja.

Ada sejumlah fakta penting mengenai anemia pada remaja putri. Pertama, gejala anemia seringkali tidak spesifik, seperti pusing, kelelahan, kesulitan konsentrasi, kulit pucat, dan kuku rapuh. Banyak remaja tidak menyadari bahwa gejala-gejala ini menandakan kekurangan zat besi.

Fakta selanjutnya, menstruasi merupakan faktor risiko utama; kehilangan darah setiap bulan tanpa asupan zat besi yang cukup meningkatkan risiko anemia. Pola makan yang tidak seimbang, tingginya konsumsi makanan cepat saji, kurang sayuran hijau dan sumber protein hewani, serta rendahnya asupan vitamin C, memperburuk defisiensi zat besi.

Fakta lainnya, tablet tambah darah (TTD) tidak hanya direkomendasikan untuk ibu hamil—program pemerintah menganjurkan remaja putri mengonsumsi TTD sekali seminggu, namun tingkat kepatuhan masih rendah.

Strategi Edukasi yang Adaptif dan Relevan bagi Remaja

Upaya pencegahan anemia tidak dapat bergantung pada kampanye satu arah. Diperlukan pendekatan inklusif, menyenangkan, dan kontekstual sesuai dunia remaja. Program “Aksi Bergizi” dari Kementerian Kesehatan, yang mengintegrasikan edukasi gizi, aktivitas fisik, dan konsumsi TTD di sekolah, merupakan contoh nyata. Akan tetapi, inovasi lain berbasis komunitas dan digital sangat diperlukan. Kampanye melalui media sosial, kolaborasi dengan influencer muda, serta pelatihan kader remaja di sekolah, dapat meningkatkan efektivitas edukasi. Konten edukasi di platform seperti TikTok dan Instagram, atau kuis kesehatan interaktif, dinilai lebih efektif dibandingkan seminar konvensional.

Ketua Umum PDGMI, dr Diana Sunardi, menekankan pentingnya pemahaman remaja terhadap dampak jangka panjang anemia agar mereka termotivasi untuk melakukan pencegahan, bukan sekadar mengikuti anjuran minum TTD.

Ada langkah-langkah yang dapat dilakukan remaja putri terkait fenomena kesehatan ini. Pertama, bisa mengenali tanda-tanda anemia pada diri sendiri, seperti kelelahan, pusing, atau kesulitan konsentrasi, dan segera berkonsultasi ke puskesmas atau layanan kesehatan sekolah jika mengalami gejala tersebut.

Kemudian mengonsumsi makanan tinggi zat besi, seperti daging merah, hati ayam, bayam, kangkung, dan kacang-kacangan, serta mengombinasikannya dengan makanan kaya vitamin C agar penyerapan zat besi optimal.

Remaja putri juga bisa meminum tablet tambah darah secara rutin sesuai anjuran. Jika mengalami efek samping seperti mual, konsultasikan kepada tenaga kesehatan, jangan langsung menghentikan konsumsi.

Tak kalah penitng, menjaga pola hidup sehat, mencukupi waktu istirahat, berolahraga secara teratur, serta membatasi konsumsi makanan olahan dan minuman berkafein yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

Dengan upaya bersama dan edukasi yang tepat sasaran, remaja putri Indonesia dapat terhindar dari anemia serta lebih siap meraih prestasi optimal di masa depan.

Peran Lingkungan dan Kebijakan  

Tidak selayaknya tanggung jawab pencegahan anemia dibebankan hanya kepada remaja putri. Lingkungan sekitar, mulai dari sekolah, orang tua, hingga pemerintah, memegang peranan yang sangat penting. Sekolah seharusnya aktif memberikan edukasi mengenai gizi serta menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai. Di sisi lain, orang tua berperan dalam mendukung kebiasaan makan sehat di rumah. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan distribusi tablet tambah darah berjalan efektif, disertai pengawasan yang ketat agar program benar-benar sampai ke sasaran.

Selain itu, peran media tidak kalah signifikan. Apabila media populer seperti sinetron remaja atau kanal YouTube dapat menyisipkan pesan tentang pentingnya menjaga kesehatan remaja khususnya dalam pencegahan anemia, dampaknya bisa sangat luas. Figur publik pun dapat berkontribusi dengan membahas anemia secara relevan dan mudah dipahami, sebagaimana mengangkat isu-isu populer lain seperti perawatan kulit maupun kesehatan mental.

Kesehatan sebagai Standar Kecantikan  

Di masa kini, standar kecantikan semakin beragam. Namun, satu hal yang seyogianya menjadi perhatian utama remaja putri adalah pentingnya kesehatan fisik sebagai fondasi kecantikan yang autentik. Anemia bukan sekadar persoalan kesehatan harian, melainkan juga menyangkut masa depan.

Oleh karena itu, penting untuk mengubah stigma di masyarakat. Mengonsumsi tablet tambah darah seharusnya tidak diartikan sebagai tanda sakit, melainkan bentuk kepedulian terhadap diri sendiri. Remaja putri yang sehat adalah mereka yang mampu menjalani aktivitas sehari-hari dengan optimal berkat asupan zat besi yang cukup.

Sudah saatnya remaja putri merasa bangga dengan mengatakan, “Saya bebas anemia, siap menjadi generasi unggul.”

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |