Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank tengah menyoroti masalah di sektor ketenagakerjaan negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik. Adapun, masalah ketenagakerjaan itu terkait dengan semakin memburuknya ketersediaan lapangan kerja berkualitas, karena makin marak peralihan tenaga kerja ke sektor informal.
Menurut Bank Dunia, banjirnya tenaga kerja informal dapat mengancam produktivitas suatu negara. Hal ini juga memicu masyarakat kelas menengah rentan miskin.
"Banyak orang meninggalkan sektor pertanian berproduktivitas rendah, bukan menuju industri berproduktivitas tinggi, melainkan ke pekerjaan berproduktivitas rendah di sektor jasa, termasuk di dalamnya pekerjaan gig economy," kata Aaditya Matto saat konferensi pers World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, dikutip Rabu (7/10/2025).
Sorotan Bank Dunia ini mendapatkan komentar dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya, salah satu penyebab semakin banyaknya pekerja informal lantaran kondisi ekonomi Indonesia yang cenderung melambat sejak awal tahun.
"Ya karena growth-nya (ekonomi RI) lambat kan kemarin-kemarin," ujar Purbaya usai menghadiri Prasasti Luncheon Talk di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
Oleh karena itu, pekerjaan rumah pemerintah adalah mendorong pertumbuhan ekonomi. Purbaya pun yakin sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, otomatis perusahaan di dalam negeri akan ikut berkembang. Alhasil, pada akhirnya, perusahaan-perusahaan ini dapat merekrut para pekerja formal baru.
"Itu yang akan kita ubah. Jadi kita sedang coba balikkan arah pertumbuhan kita karena informal kan kadang-kadang income-nya nggak menentu kan," tegas Purbaya.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo sebelumnya mengatakan, dalam satu dekade terakhir negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik tengah mengalami pola pergeseran struktural ketenagakerjaan, dari sektor lapangan pekerjaan produktif ke sektor informal.
"Banyak orang meninggalkan sektor pertanian berproduktivitas rendah, bukan menuju industri berproduktivitas tinggi, melainkan ke pekerjaan berproduktivitas rendah di sektor jasa, termasuk di dalamnya pekerjaan gig economy," kata Aaditya Matto saat konferensi pers World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, dikutip Rabu (7/10/2025).
Aaditya mengatakan, salah satu fenomena peralihan tenaga kerja dari sektor industri berproduktivitas tinggi seperti manufaktur, ke sektor informal itu terutama terjadi di Indonesia. "Contohnya di Indonesia, kita melihat peningkatan besar tenaga kerja informal di sektor jasa," tuturnya.
Risiko terbesar dari maraknya tenaga kerja di sektor informal pada sebuah negara, menurut Bank Dunia dapat memicu masyarakat kelas menengah menjadi rentan miskin, menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
"Banyaknya individu di kawasan ini bekerja di sektor informal atau dengan produktivitas rendah. Kelompok masyarakat yang rentan jatuh miskin kini lebih besar daripada kelas menengah di sebagian besar negara," dikutip dari laporan Bank Dunia.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedih! 69% Pekerja RI Terperangkap di Zona Tidak Aman