Jakarta, CNBC Indonesia - PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan sisa hasil produksi (SHP) timah yang selama ini dibuang ternyata mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pasalnya, SHP mengandung mineral ikutan timah yang cukup berharga.
Direktur Utama PT Timah Restu Widiyantoro membeberkan bahwa selama bertahun-tahun SHP hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan. Terlebih, proses penambangan timah di laut melalui kapal isap hanya mengambil timahnya saja.
"Dan ini baru puluhan tahun kami belum aware bahwa ini nilainya luar biasa. Jadi baru kami ketahui," ujar Restu dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Rabu (24/9/2025).
Oleh karena itu, mulai dari sekarang PT Timah akan mengubah praktik tersebut dengan menahan dan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut. Terlebih, pihak swasta maupun pihak lain selama ini bergerilya mengumpulkan SHP yang dibuang oleh PT Timah.
"Karena kita ketidaktahuan pentingnya barang-barang ini. Jadi Insya Allah dengan arahan Bapak-Bapak dan Ibu sekalian kami akan mulai mengumpulkan, menjaga supaya SHP, sisa hasil produksi yang selama ini dibuang dan betul kami akan siapkan," kata dia.
Namun sayangnya Restu tidak menjelaskan detil terkait SHP atau mineral ikutan timah tersebut. Namun sejatinya mineral ikutan pada komoditas timah yang bernilai yaitu monasit karena mengandung Logam Tanah Jarang (LTJ).
Nah, Mengutip Booklet Logam Tanah Jarang yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020, potensi mineral tanah jarang di Indonesia berasal dari beberapa produk turunan dari hasil pengolahan sejumlah mineral, seperti timah, emas, alumina, pasir zircon hingga nikel.
Adapun lokasinya mayoritas berada di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
Logam Tanah Jarang (LTJ) ini merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).
Logam tanah jarang ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan alutsista di industri pertahanan.
Beberapa material alutsista menggunakan unsur LTJ sebagai unsur paduan, antara lain material Terfenol-D, paduan tiga logam terdiri dari Terbium (Te), Iron (Fe), dan Dysprosium (Dy) sebagai material per edam gelombang sonar pada teropong bidik senapan malam (TBSM) untuk material optic Yttrium aluminium garnet (YAG) dan lainnya.
Dari total 28 lokasi mineralisasi LTJ yang terungkap, baru sekitar 9 lokasi mineralisasi LTJ (30%) telah dieksplorasi awal, namun 19 lokasi mineralisasi LTJ (70%) belum dilakukan/ belum optimal dilakukan eksplorasi.
Berikut beberapa jenis mineral tanah jarang di Indonesia:
- Monasit dan Xenotime, merupakan by-product atau hasil ikutan dari pengolahan bijih timah. Potensinya terdapat di tambang timah di Bangka Belitung.
- Monasit:
Indonesia telah memiliki sumber daya monasit sebesar 185.179 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan. Hasil analisa konsentrat monasit dalam timah antara lain 31,5% CeO2, 13,2% La2O3, 11% Nd2O3, 3,9% Y2O3, 2,98% Pr6O11, 1,98% Gd2O3, 1,96% Sm2O3.
Ada 3 provinsi yang memiliki potensi logam tanah jarang, antara lain:
1. Kepulauan Riau, sumber daya LTJ 2.268 ton.
2. Kepulauan Bangka Belitung, sumber daya LTJ 181.735 ton.
3. Kalimantan Barat, sumber daya LTJ 1.175 ton.
- Xenotime:
Indonesia telah memiliki sumber daya xenotime sebesar 20.734 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan. Adapun lokasinya berada di Kepulauan Bangka Belitung.
Zirconium silicate, merupakan by-product atau hasil ikutan dari pengolahan bijih timah dan emas, serta di dalam pasir zircon. Potensinya terdapat di tambang pasir zirkon di Kalimantan. Adapun unsur LTJ di dalamnya antara lain Y (Yttrium) dan Ce (cerium).
- Ferrotitanates, merupakan residu hasil pengolahan bauksit menjadi alumina. Potensinya terdapat di lumpur merah (red mud) di Kalimantan Barat.
- Bijih nikel laterit, merupakan by-product atau hasil ikutan dari pengolahan bijih nikel laterit melalui proses hidrometalurgi yaitu smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) nikel-cobalt. Potensinya terdapat di tambang nikel (limonit) di Sulawesi. Unsur LTJ antara lain Sc (scandium), Nd (neodymium), Pr (praseodymium), Dy (disprosium))
- Batuan granit
- Abu batu bara/FABA (monasit).
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
'Harta Karun' di PT Timah Tinggal 20 Tahun Lagi