UNICEF: Israel Bunuh 67 Anak di Gaza Selama Masa Gencatan Senjata

17 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengungkapkan bahwa setidaknya 67 anak Palestina dibunuh Israel di Jalur Gaza sejak perjanjian gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) berlaku bulan lalu.

Jumlah korban jiwa anak-anak ini terjadi di tengah gelombang serangan Israel yang berkelanjutan di Jalur Gaza, Palestina.

Juru bicara UNICEF, Ricardo Pires, saat konferensi pers di Jenewa pada Jumat (21/11), mengatakan korban tewas termasuk seorang bayi perempuan yang tewas dalam serangan udara Israel di rumahnya di Khan Younis, Gaza selatan, pada Kamis (20/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Korban juga termasuk tujuh anak lain yang tewas sehari sebelumnya, saat Israel melancarkan serangan di seluruh wilayah kantong tersebut.

"Ini terjadi selama gencatan senjata yang disepakati. Pola ini sangat mengejutkan," kata Pires mengenai jumlah korban tewas sejak 11 Oktober, hari pertama penuh gencatan senjata antara Israel dan Hamas, seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (21/11).

"Seperti yang telah kami ulangi berkali-kali, ini bukan sekadar statistik: Setiap korban adalah seorang anak dengan keluarga, mimpi, kehidupan, yang tiba-tiba terputus oleh kekerasan yang berkelanjutan," tambah dia.

Korban Anak-anak Terbesar dalam Sejarah Modern

Anak-anak Palestina telah menanggung beban terberat dari serangan Israel di Gaza. UNICEF memperkirakan bulan lalu bahwa 64.000 anak telah terbunuh dan terluka dalam serangan Israel sejak perang dimulai pada Oktober 2023.

Organisasi Save the Children melaporkan minggu ini bahwa, pada tahun 2024, rata-rata 475 anak Palestina "menderita disabilitas seumur hidup" setiap bulan akibat perang, termasuk cedera otak traumatis dan luka bakar.

Kelompok kemanusiaan itu juga menyatakan Gaza telah menjadi "rumah bagi kelompok anak amputasi terbesar dalam sejarah modern."

Selain itu, Israel dituduh menggunakan kelaparan di Gaza sebagai senjata perang, yang menjerumuskan wilayah tersebut ke dalam krisis kemanusiaan. Hal ini menyebabkan beberapa kematian terkait kelaparan di kalangan anak-anak, yang sangat rentan ketika pasokan makanan habis.

Minggu ini, militer Israel melancarkan serangkaian serangan udara di Gaza sebagai respons terhadap insiden yang mereka klaim melibatkan penembakan terhadap pasukan mereka di Khan Younis. Hamas menolak klaim Israel, menyebut serangan terbaru, yang menewaskan sedikitnya 32 warga Palestina, sebagai "eskalasi berbahaya" yang menunjukkan pemerintah Israel ingin "melanjutkan genosida" di Gaza.

Doctors Without Borders (MSF) pada Jumat (21/11) mengatakan tim mereka di Gaza telah merawat beberapa wanita dan anak-anak Palestina dengan patah tulang terbuka dan luka tembak di anggota badan dan kepala di tengah gelombang serangan Israel.

Selain serangan brutal Israel, warga Palestina di Gaza terus berjuang di tengah pembatasan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan dari Negeri Zionis itu, termasuk tenda yang dibutuhkan untuk melindungi keluarga pengungsi selama bulan-bulan musim dingin yang lebih dingin.

Pires dari UNICEF mengatakan banyak anak tidur di tempat terbuka dan menggigil saat tinggal di tempat penampungan darurat yang terendam banjir.

"Realitas yang dipaksakan pada anak-anak Gaza tetap brutal dan sederhana: Tidak ada tempat yang aman bagi mereka dan dunia tidak dapat terus menormalisasi penderitaan mereka," katanya, sambil mendesak lebih banyak bantuan diizinkan masuk ke wilayah tersebut.

"Bagi ratusan ribu anak yang tinggal di tenda di atas puing-puing bekas rumah mereka, musim dingin adalah pengganda ancaman. Anak-anak menggigil sepanjang malam tanpa pemanas, tanpa insulasi, dan jumlah selimut yang terlalu sedikit," tuturnya.

(wiw)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |