Jakarta, CNBC Indonesia - Media sosial belakangan ini dipenuhi kabar buruk yang datang tanpa henti. Dari isu politik, bencana, hingga konflik global, arus informasi negatif tersebut sering kali mendorong orang untuk terus mencari dan membaca, meski menimbulkan rasa cemas.
Fenomena ini dikenal dengan istilah doomscrolling. Dosen Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Atika Dian Ariana MSc, MPsi, Psikolog, menjelaskan doomscrolling adalah perilaku kompulsif yang muncul sebagai manifestasi kecemasan dalam menghadapi ketidakpastian.
"Doomscrolling ini semacam dorongan untuk menyelamatkan diri. Dengan mencari informasi, manusia merasa bisa mengendalikan hal-hal yang negatif atau mengancam," ujar Atika, dikutip dari laman resmi UNAIR.
Meski berawal dari insting bertahan hidup, doomscrolling sejatinya tidak benar-benar membantu. Menurut Atika, paparan informasi negatif yang berulang justru memengaruhi pikiran dan emosi sehingga bisa membuat individu lebih rentan stres.
"Scrolling itu kan bukan aktivitas yang betul-betul memberikan solusi. Kecuali kalau kita tahu kapan harus berhenti. Tapi dalam situasi tidak menentu, seperti pandemi atau kerusuhan, kita tidak paham kapan ini berakhir," jelasnya.
Dampak lain dari doomscrolling adalah rasa khawatir berlebihan hingga gangguan aktivitas sehari-hari. Jika berlangsung lama, kondisi ini bisa menimbulkan kelelahan fisik maupun mental.
"Ketika cemas atau stres, tubuh ikut menegang seolah bersiap menghadapi ancaman. Lama-lama bukan hanya pikiran yang lelah, tapi juga tubuh kita," imbuhnya.
Atika menyarankan beberapa langkah untuk meminimalisir risiko doomscrolling, antara lain:
- Meningkatkan literasi media, dengan memilah informasi yang kredibel dan bukan sekadar mengikuti sumber yang tidak jelas.
- Membatasi paparan berita, dengan mengalihkan perhatian ke aktivitas produktif seperti olahraga, memasak, membersihkan rumah, hobi, atau kegiatan spiritual.
- Menyeimbangkan aspek hidup, termasuk menyerahkan hal-hal di luar kendali pada Tuhan, agar emosi lebih terkelola.
- Mencari dukungan, baik dari orang terdekat maupun bantuan profesional jika gejala semakin mengganggu.
"Dibandingkan doomscrolling, lebih baik kita alihkan ke aktivitas produktif. Dan kalau sudah merasa tidak tertolong dengan cara-cara sederhana, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional," katanya.