Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini masuk dalam jajaran negara yang memproduksi ponsel untuk pasar global. Produk tersebut berasal dari merek Unplugged, startup asal Limassol, Siprus, yang menggandeng mitra produksi di Tanah Air.
Unplugged meluncurkan ponsel bernama UP Phone, perangkat yang diklaim mengutamakan keamanan dan privasi pengguna. Secara tampilan, UP Phone sekilas menyerupai iPhone dengan modul kamera bergaya 'boba' dan tepian layar melengkung berbezel tipis, namun tanpa fitur Dynamic Island seperti pada iPhone.
Mengutip laman resminya, Unplugged menyatakan bahwa UP Phone menawarkan tingkat keamanan lebih tinggi dibandingkan iPhone 16 Pro maupun Galaxy S25.
Perusahaan menegaskan, UP Phone sama sekali tidak memiliki permintaan DNS pihak ketiga, sementara dua ponsel flagship itu masing-masing mencatat 3.181 dan 1.368 permintaan DNS pihak ketiga.
Ponsel ini ditenagai chip MediaTek Dimensity 1200. Ukuran layarnya cukup besar 6,67-inci berjenis AMOLED. RAM-nya berkapasitas standar 8GB dengan kapasitas penyimpanan 256GB yang bisa diperluas hingga 1TB.
Sektor fotografi juga diperhatikan. Kamera utamanya memiliki lensa beresolusi 108MP, ditemani kamera makro 5MP dan wide 8MP. Kebutuhan selfie dan video call mengandalkan kamera depan 32MP.
UP Phone mengandalkan baterai berkapasitas 4.300 mAh dengan pengisian daya 33W (kabel) dan 15W (tanpa kabel). Fitur lainnya meliputi sertifikasi IP53, koneksi Wi-Fi 6, NFC, eSIM dan SIM Nano, jaringan 5G, slot USB Type-C 2.0, serta speaker ganda.
Sejauh ini, berdasarkan informasi yang beredar, UP Phone dipasarkan di negara-negara seperti AS dan Kanada.
Informasi soal UP Phone yang diproduksi di Indonesia diketahui dari laporan Reuters pada Agustus 2025 lalu, berdasarkan keterangan CEO Unplugged Joe Well.
Jadi Sorotan Trump, Ditekan Bikin Pabrik di AS
Reuters memuat laporan yang menyebut Unplugged berencana memproduksi UP Phone di Nevada, Amerika Serikat (AS), setelah selama ini mengandalkan manufaktur di Indonesia.
Meskipun produksi di AS akan menambah biaya tenaga kerja, Unplugged berupaya merakit di Nevada dan bertujuan mempertahankan harga jualnya di bawah US$1.000 (Rp16,2 jutaan). Sebagai perbandingan, ponsel hasil produksi di Indonesia dijual US$989 (Rp16 juta).
Tak hanya memproduksi ponsel saja di Nevada, CEO Unplugged Joe Weil mengungkapkan langkah berikut perusahaan adalah melakukan pengadaan komponen perangkat.
"Langkah pertama yang dilakukan adalah perakitan, bertahap melakukan pengadaan komponen," jelasnya dikutip dari Reuters.
Sayang, ia tak berbicara banyak soal informasi lain terkait jumlah perangkat yang dirakit dan mitra kerjanya di Nevada. Begitu juga jumlah dana yang dikumpulkan untuk bisa memulai upaya barunya.
Biaya perakitan smartphone di AS sangat mahal. Ada beberapa alasannya, seperti rantai pasok yang masih berada di Asia dan harga tenaga kerja dalam negerinya yang tinggi.
Unplugged nampaknya telah memikirkan tantangan ini. Perusahaan berencana melakukan perakitan dengan jumlah yang lebih kecil dan stabil, bukan dengan merilis model baru setiap tahunnya.
Rencana Unplugged ini tak bisa dipisahkan dari tekanan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang terus berupaya agar lebih banyak produsen smartphone bisa merakit langsung perangkatnya secara lokal. Salah satu yang jadi sasaran adalah raksasa asal AS, Apple.
Trump mendorong inisiatif itu dengan menerapkan beberapa langkah, termasuk dengan ancaman tarif tinggi bagi perusahaan yang menjual barang di AS dan memproduksinya di negara lain.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]