Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan perlunya regulasi yang lebih adil bagi penyedia layanan Over the Top (OTT), seperti Netflix, WhatsApp, YouTube, Spotify dan lainnya.
Menurut ATSI, selama satu dekade terakhir industri telekomunikasi nasional kehilangan sebagian besar potensi bisnisnya kepada pemain OTT global.
Ketua Umum ATSI Dian Siswarini mengatakan industri telekomunikasi tidak berkembang sesuai harapan karena sebagian besar "kue" bisnis diserap oleh penyedia layanan digital.
"Kue kita tuh, atau our lunch time itu banyak diambil oleh pemain lain, yang tadinya adalah pemain IT atau internet, dan masuk ke ranah telekomunikasi," ujar Dian dalam acara konferensi pers Rapat Umum Anggota ATSI di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Menurut dia, ke depannya yang harus diusulkan supaya industri tumbuh lebih baik adalah adanya keadilan di "tempat bermain" atau playing ground bagi para toperator telekomunikasi dan juga pemain-pemain lainnya.
"Terutama pada para pemain OTT tentunya. Karena tadi kalau saya sebutkan ada yang eating our lunch itu adalah kebanyakan adalah pemain OTT," kata Dian.
Dian menekankan bahwa operator telekomunikasi menghadapi regulatory charges yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Sementara itu, beban serupa belum diberlakukan kepada pemain OTT yang juga memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi untuk memberikan layanan ke masyarakat.
"Kalau tidak memiliki yield yang reasonable, itu mungkin akan sulit bagi kami untuk memberikan layanan internet yang baik. Jadi itu yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan dalam industri telekomunikasi," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ATSI, Merza Fachys, menilai perlu ada review aturan agar beban dan manfaat di ekosistem digital terbagi secara proporsional.
"Jadi jangan kebalik, mereka [OTT] yang menanggung beban besar menerima manfaat kecil, mereka yang menanggung beban kecil justru menerima manfaat yang jauh lebih besar. Nah inilah review yang harus kita lakukan," ujar Merza.
Merza menegaskan regulasi yang ada saat ini sudah tidak relevan karena dibuat ketika pelaku industri masih terbatas.
"Karena apa? Karena hal-hal yang diatur ini, ini aturan-aturannya pada saat industri ini masih belum seperti sekarang. Di saat seluruh beban dan manfaat berada di satu pelaku yang sama," terang Merza. "Sekarang enggak pelakunya udah banyak, tapi bebannya ngumpul di satu tempat. Inilah yang kita akan lakukan." pungkasnya.
ATSI berharap agar pemerintah segera melakukan penyesuaian regulasi agar tercipta level playing field yang adil antara operator dan OTT, sehingga industri telekomunikasi dan digital Indonesia dapat berkembang lebih sehat dan berkelanjutan.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]