Muliadi Saleh
Agama | 2025-06-27 21:48:01

Oleh Muliadi Saleh
"Penulis | Pemikir | Penggerak Literasi dan Kebudayaan"
Di tengah dentuman rudal dan jerit anak-anak Palestina, Islam seolah-olah terbelah—bukan oleh pedang lawan, melainkan oleh pisau yang ditempa dari dalam rumah sendiri. Syiah dan Sunni, dua anak kandung dari pohon yang sama, menatap satu kiblat yang sama, membaca satu kalimat syahadat, namun terperangkap dalam sejarah luka dan prasangka purba.
Perang Iran dan Israel bukan semata perang antar negara. Ia telah menjelma menjadi panggung raksasa, tempat ideologi, politik, dan teologi menari dalam asap mesiu.
Mungkin ada saudara Sunni bersorak saat Iran digempur, seolah lupa bahwa yang sedang dibidik adalah jantung perlawanan terhadap Zionis. Mungkin juga sebagian Syiah mencibir saudaranya di Yaman dan Suriah, seolah jihad hanya milik satu mazhab dan bukan milik umat.
Apa yang dicari dan dituju dari perpecahan ini? Apakah surga akan menanyakan Syiah atau Sunni-mu, atau justru amalmu terhadap sesama, doamu untuk yang tertindas, dan diam-mu saat kebenaran disembelih?
Islam tidak retak oleh bom Israel. Islam retak barangkali karena "kesombongan" karena merasa paling benar sendiri. Atau mungkin karena da’i yang lebih senang membakar dan membesarkan perbedaan daripada menyiran dan menyuburkan damai.
Saatnya mengingat kembali apa yang disabdakan Nabi panutan kita Muhammad SAW: "Janganlah kalian kembali kafir setelah aku wafat, saling membunuh satu sama lain" (HR. Bukhari).
Apakah kita akan mengabaikan pesan indah Rasul yang pernah mengingatkan bahwa: "Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara" (QS. Al-Hujurat: 10)
Di Gaza, anak-anak tak menanyakan mazhab saat roket menghancurkan rumah. Di Palestina, darah para syahid tak bertanya: ini darah Sunni atau Syiah?
Karena bagi mereka, musuh nyata adalah penjajahan, bukan perbedaan dalam tafsiran. Sudah saatnya kesadaran kolektif sebagai sesama Muslim dikedepankan.
Cukup sudah kita diadu dan dibenturkan. Islam adalah satu tubuh, dan tubuh ini tak bisa terus menampar dirinya sendiri sementara musuh bersorak di kejauhan.
Lalu...........Di manakah letak cinta kita pada Nabi jika kita terus menerus melukai umatnya?
Wallahu A'lamu Bissawaab.
Moel'S@27062025. SELAMAT TAHUN BARU ISLAM !
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.