Ira Fauzia
Agama | 2025-06-27 17:08:18

Dalam beberapa dekade terakhir, kita menyaksikan fenomena menarik di masyarakat. Praktik-praktik yang secara jelas dilarang dalam syariat Islam seperti judi dan riba justru semakin mendapat tempat, bahkan seringkali dibungkus dengan berbagai rasionalisasi modern. Bagaimana ini bisa terjadi?
"Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (QS. An-Nisa: 160-161)
Berdasarkan berbagai penelitian terpercaya, terjadi pergeseran nilai yang signifikan di masyarakat muslim urban. Konsep "kebebasan individu" semakin diagungkan, sementara prinsip-prinsip syariat seringkali ditempatkan sebagai urusan pribadi. Hal ini menciptakan ruang bagi praktik-praktik yang sebelumnya dianggap tabu untuk diterima secara sosial.
1.Transformasi Nilai dalam Masyarakat Modern
Berdasarkan berbagai penelitian terpercaya, terjadi pergeseran nilai yang signifikan di masyarakat muslim urban. Konsep "kebebasan individu" semakin diagungkan, sementara prinsip-prinsip syariat seringkali ditempatkan sebagai urusan pribadi. Hal ini menciptakan ruang bagi praktik-praktik yang sebelumnya dianggap tabu untuk diterima secara sosial.
2. Dayagung Ekonomi vs Pertimbangan Syar'i
Para pakar ekonomi syariah menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama mengapa masyarakat menerima riba.
- Ketidaktahuan: Minimnya pemahaman tentang hakikat riba dan mekanismenya membuat banyak orang tidak sadar bahwa riba merugikan mereka dalam jangka panjang.
- Keterpaksaan: Sistem ekonomi konvensional yang mengakar menjadikan riba sebagai satu-satunya opsi finansial dalam banyak kasus.
- Rasionalisasi: Banyak orang membenarkan praktik riba dengan dalih kebutuhan ekonomi, meskipun mereka mengetahui bahwa itu bertentangan dengan syariat.
3. Dari Larangan ke Hiburan yang Dilegalkan
Berdasarkan data terkini menunjukkan peningkatan tajam iklan platform judi online yang menyasar generasi muda. Ironisnya, istilah "judi" sering diganti dengan kata "game" atau "hiburan". Hal ini membuat judi tampak lebih diterima dan normal dalam masyarakat.
"Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 90)
4. Peran Media dan Normalisasi Perilaku
Penelitian terkini menemukan bahwa:
- 65% iklan keuangan di televisi menonjolkan keuntungan material tanpa menjelaskan mekanisme riba, sehingga masyarakat tidak menyadari risiko yang ada.
- 40% konten hiburan memasukkan unsur judi sebagai sesuatu yang wajar dan menyenangkan, yang berpotensi merusak moral generasi muda.
- Hanya 15% masyarakat yang bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk riba dalam produk keuangan modern, menunjukkan kurangnya literasi finansial.
Menemukan Kembali Jati Diri sebagai Muslim
Menghadapi tantangan ini, beberapa langkah konkret bisa dilakukan:
Untuk merespons fenomena merebaknya praktik riba dan judi dalam masyarakat, diperlukan langkah strategis dan menyeluruh yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif. Berikut beberapa solusi yang dapat dilakukan:
1. Pendidikan Finansial Syariah Sejak Dini Pendidikan menjadi fondasi utama dalam membentuk pemahaman. Dengan mengajarkan literasi keuangan berbasis syariah sejak dini—baik di lingkungan keluarga maupun institusi pendidikan—generasi muda akan memiliki kesadaran sejak awal mengenai pentingnya menjaga harta dari praktik-praktik yang diharamkan seperti riba dan judi.
2. Advokasi Kebijakan Protektif Perlu ada kebijakan negara yang berpihak pada perlindungan masyarakat dari praktik riba dan judi. Regulasi yang tegas terhadap promosi, akses, dan praktik dua hal ini perlu diperkuat, bukan justru dimaklumi atas nama pertumbuhan ekonomi atau digitalisasi.
3. Penguatan Ekonomi Umat melalui Lembaga Keuangan Syariah Masyarakat butuh alternatif yang nyata dan terpercaya. Lembaga keuangan syariah harus tampil sebagai solusi, bukan sekadar pelabelan. Diperlukan pembenahan manajemen, edukasi publik, serta perluasan akses agar masyarakat bisa berpindah dari sistem ribawi menuju sistem keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
4. Literasi Media dan Kesadaran Kritis Di era digital, masyarakat harus dibekali kemampuan memilah informasi. Literasi media menjadi penting untuk mencegah terpengaruhnya publik terhadap iklan-iklan yang membungkus praktik judi sebagai "game online" atau "hiburan digital". Kesadaran ini harus dibangun melalui kampanye publik yang konsisten dan berbasis nilai.
Kesimpulan
Perubahan nilai dalam masyarakat modern telah menciptakan tantangan besar bagi prinsip-prinsip syariat Islam, terutama dalam hal judi dan riba. Masyarakat perlu menyadari bahwa praktik-praktik ini tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama, tetapi juga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Dengan meningkatkan pendidikan, advokasi, dan literasi, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya menjalankan prinsip-prinsip syariat dalam kehidupan sehari-hari.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.