Bukan Sekadar Shalat dan Puasa, Begini Cara Menemukan Jati Diri Muslim

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Suasana Masjid Kristal Khadija pada, Sabtu (27/9/2025) sore tampak hangat dengan kehadiran jamaah dari berbagai latar belakang. Dalam acara International Muslim Halaqa, hadir dua pembicara, yaitu Hanafi Rais dari tim Masjid Kristal Khadija dan Mr Mansoor dari Yaman. Acara ini mengusung tema 'I Think Therefore I Am Muslim', serta mengajak jamaah untuk memperdalam pemahaman tentang jati diri seorang Muslim.

Mr Mansoor menyampaikan, bahwa hidup seorang manusia tak bisa terlepas dari tujuan utama yaitu menyembah Allah.

“Allah berfirman, ‘Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.’ Inilah tujuan sejati hidup kita, beribadah hanya kepada Allah. Pertanyaannya sekarang, bagaimana kita menyembah-Nya? Apakah ibadah hanya sebatas shalat dan puasa?” ucap Mansoor.

Ia juga mengingatkan jamaah pada dialog Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat Jibril tentang hakikat Islam. Dalam dialog tersebut, Nabi menegaskan rukun Islam, syahadat, shalat, zakat, puasa Ramadhan, serta haji bagi yang mampu.

“Kalimat syahadat saja, dalam bahasa Arab, menyimpan makna yang begitu dalam. Ia bukan sekadar ucapan, tapi juga kesadaran penuh bahwa tak ada satu pun ciptaan yang layak disembah kecuali Allah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Hanafi Rais menekankan bahwa akal dapat menjadi jalan yang kuat untuk menemukan iman, sama seperti pengalaman pribadinya yang membuatnya merasa lahir kembali sebagai seorang Muslim.

“Saya lahir sebagai Muslim. Tetapi sekitar lima atau enam tahun lalu saya merasa seperti dilahirkan kembali. Dari situ saya sadar, iman tidak hanya lahir dari perjalanan spiritual, tapi juga bisa tumbuh lewat pemikiran rasional," ujar Hanafi.

Ia kemudian memberi contoh sederhana. “Kalau saya tanya dua kali dua, di Indonesia, Yaman, atau India, jawabannya tetap empat. Bahkan orang Palestina dan Israel pun akan menjawab sama. Kebenaran tidak berubah hanya karena perbedaan latar belakang atau konflik. Begitulah cara akal bekerja, dan ia selalu menuju pada kebenaran," katanya.

Menurutnya, pemikiran rasional ini juga dapat menuntun pada pencarian iman. "Air akan tetap air, meskipun ada yang memaksa kita untuk menyebutnya cat atau bensin. Mulut bisa dipaksa berbohong, tapi hati dan akal tahu kebenaran. Dari situlah kita belajar, bahwa mencari iman melalui akal adalah jalan yang kuat untuk memperkuat keyakinan," ujarnya.

Pada sesi diskusi, salah satu peserta bernama Ismail berbagi kegelisahannya. Ia bercerita bahwa meski lahir dari keluarga Muslim, pemahaman tentang Islam baru benar-benar ia cari setelah merasa ada yang salah dalam hidupnya.

Dari pengalaman itu, ia menilai banyak Muslim yang hanya menjadikan Islam sebatas identitas, tanpa memahami esensinya. Ia pun bertanya bagaimana cara paling sederhana untuk menjelaskan Islam sebagai agama yang benar kepada orang lain.

Menanggapi hal itu, para pembicara sepakat bahwa kebenaran Islam sebaiknya disampaikan bukan dengan paksaan atau sekadar kutipan ayat, melainkan melalui keajaiban Alquran dan pendekatan yang sesuai dengan latar belakang lawan bicara.

Mereka mencontohkan ayat-ayat tentang cahaya bulan yang dipantulkan, proses penciptaan manusia, hingga fenomena dua laut yang tidak bercampur, yang terbukti selaras dengan temuan sains modern. Semua itu diyakini dapat menyentuh nalar dan membuka jalan bagi pemahaman iman.

Acara ini bukan sekadar menyoroti seni komunikasi dalam dakwah, tetapi juga menekankan pentingnya menyampaikan kebenaran dengan cara yang tepat, bijak, dan dapat diterima oleh akal sehat manusia.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |