Media Sosial dan Gotong Royong Digital: Warga Jaga Warga di Era Teknologi

3 hours ago 2

Image Nabila Alnovera

Teknologi | 2025-10-05 10:25:47

Perkembangan teknologi kian hari semakin pesat. Media sosial kini telah menjadi ruang utama masyarakat untuk berinteraksi, berbagi, bahkan bergerak bersama. Dari anak muda hingga orang tua, dari pelajar hingga pekerja, hampir setiap lapisan masyarakat di Indonesia berselancar di dunia maya setiap hari.

Kemajuan ini membuat pertukaran informasi berlangsung secepat kilat. Kabar dari Sabang bisa sampai ke Merauke dalam hitungan detik. Meskipun terpisah oleh jarak, komunikasi tetap dapat terjadi secara real-time. Aktivitas bisnis, pendidikan, dan pekerjaan pun kini bergeser ke ruang digital. Namun, di balik derasnya arus teknologi, ada satu nilai yang tetap bertahan dan bahkan menemukan bentuk barunya, yaitu gotong royong.

Gotong Royong yang Bermigrasi ke Dunia Maya

Gotong royong adalah nilai yang telah lama mengakar dalam budaya bangsa Indonesia. Gotong royong sendiri bermakna tolong-menolong untuk mencapai tujuan bersama. Nilai ini juga tertuang dalam sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Menariknya, di era digital, semangat gotong royong tidak luntur. Justru, tanpa disadari, budaya ini bermigrasi ke dunia maya. Media sosial menjadi ruang baru bagi warga untuk saling membantu, menyebarkan informasi, dan memperkuat solidaritas.

Salah satu platform yang menonjol dalam hal ini adalah X (dulu Twitter). Menurut data We Are Social (2025), Indonesia memiliki sekitar 25,2 juta pengguna X. Dengan jumlah sebesar itu, penyebaran informasi dapat berlangsung secara luas dan cepat, bahkan hanya dalam hitungan detik.

Berawal dari Tagar ke Tindakan Nyata

Akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi momen penting yang menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi wadah gotong royong digital. Gelombang demonstrasi pecah di berbagai wilayah Indonesia sebagai respons terhadap rencana kenaikan tunjangan DPR yang dianggap tidak peka terhadap kondisi rakyat. Situasi memanas pada 28 Agustus 2025 malam ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas dilindas mobil polisi saat ia sedang mengantarkan pesanan pelanggan.

Kabar ini memantik empati secara luas. Banyak warga yang tak bisa turun langsung ke jalan memilih menyalurkan kepedulian mereka lewat media sosial. Tagar #ResetIndonesia pun menggema. Dalam waktu singkat, hal ini menjadi trending topic nasional dan menjadi simbol keresahan sekaligus solidaritas warga terhadap situasi bangsa.

Namun solidaritas itu tak berhenti di dunia maya. Di tengah hiruk-pikuk aksi, terdapat komunitas relawan kemanusiaan bernama Humanies Project yang bergerak cepat membantu para demonstran dan warga yang terdampak. Mereka menyediakan ambulans, tenaga medis, dan distribusi bantuan. Banyak warga yang ikut berpartisipasi melalui donasi online yang diadakan oleh komunitas ini. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bisa memperkuat kepedulian sosial.

“Warga Jaga Warga”: Kekuatan Baru Solidaritas Digital

Fenomena ini melahirkan slogan baru yang viral di linimasa, yaitu “Warga Jaga Warga.” Ungkapan itu bukan sekadar slogan, melainkan wujud nyata gotong royong versi digital. Setiap unggahan, cuitan, dan donasi menjadi bentuk baru solidaritas sosial yang tak lagi bergantung pada pertemuan fisik.

Bantuan terus mengalir tanpa terbatas pada ruang dan waktu. Empati menjembatani jarak antarwarga. Teknologi, yang sering dianggap menjauhkan manusia, justru berfungsi sebaliknya dan membangkitkan kembali rasa kemanusiaan.

Apa yang terjadi di media sosial menunjukkan bahwa budaya gotong royong bangsa Indonesia bukanlah nilai yang dapat tergerus oleh zaman, melainkan nilai yang adaptif. Nilai ini mampu bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi tanpa kehilangan makna dasarnya, yaitu saling membantu dan menjaga sesama.

Media sosial hanyalah wadah. Namun, kekuatan sejatinya terletak pada kesadaran kolektif warga. Dari sekelompok kecil pengguna yang peduli, lahir gelombang besar solidaritas daring. Dari ruang maya, nilai kemanusiaan itu menjalar hingga ke dunia nyata. Hal yang terlihat sederhana namun mengakar dimana-mana.

Teknologi memang dapat mempercepat komunikasi dan memudahkan koordinasi, tetapi nilai-nilai kemanusiaanlah yang menjadi nyawa dari setiap gerakan sosial. Ketika warga Indonesia saling menjaga, membantu, dan menyuarakan keadilan lewat ruang digital, mereka sesungguhnya sedang meneguhkan kembali jati diri bangsa.

Gotong royong tidak lagi terbatas di ruang fisik, tetapi hidup di timeline, di crowdfunding platform, dan di tagar solidaritas. Dan pada akhirnya, semua itu bermula dari semangat yang sama, yaitu cinta terhadap sesama dan harapan agar Indonesia bisa sembuh.

Penutup

Teknologi telah mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan berinteraksi. Namun, satu hal yang tidak berubah adalah semangat untuk tolong menolong. Melalui donasi online, advokasi digital, hingga gerakan kemanusiaan berbasis media sosial, warga Indonesia telah menunjukkan aksi yang nyata. Hal ini membuktikan bahwa gotong royong bukan sekadar warisan, tetapi juga identitas bangsa yang tidak akan pernah hilang.

Media sosial memang ruang baru, tetapi nilai yang dibawanya tetaplah nilai lama, yaitu solidaritas warga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |