REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- PBB menerapkan kembali sanksi terhadap Iran mulai Ahad (28/9/2025) pukul 00.00 GMT, usai diplomasi menit akhir gagal mencapai kesepakatan. Sanksi PBB akan membekukan kembali aset-aset Iran di luar negeri, penundaan kesepakatan jual-beli senjata dengan Teheren, hukuman atas pengembangan program rudal balistik, dan sanksi lainnya.
Sanksi diterapkan kembali lewat sebuah mekanisme yang dikenal sebagai 'snapback', yang masuk dalam perjanjian nuklir antara Iran dari negara-negara besar di dunia pada 2015. Mekanisme ini kembali diaktifkan oleh tiga negara eropa Inggris, Prancis, dan Jerman.
Iran, seperti dilaporkan kantor berita IRNA, pada Jumat (26/9/2025) memperingatkan bahwa pemerintahnya akan mengakhiri kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) jika sanksi PBB diberlakukan kembali oleh Eropa melalui mekanisme snapback. Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi mengkritik keputusan tiga anggota JCPOA Eropa – Inggris, Prancis, dan Jerman – yang memicu mekanisme tersebut, menyebutnya "tidak berdasar secara hukum dan politik" dan merupakan "ancaman serius bagi kredibilitas internasional Eropa dan perjanjian nuklir 2015."
Araghchi memperingatkan bahwa langkah E3 untuk menghidupkan kembali sanksi akan menyebabkan "kerusakan yang tak tergantikan" pada citra Eropa. Ia menekankan bahwa, "dalam permainan ini, ketiga negara itu tidak hanya akan gagal muncul sebagai pemenang tetapi juga akan dikesampingkan dari proses diplomatik di masa mendatang."
Ia menambahkan bahwa mengabaikan kesempatan singkat ini untuk mengubah sikap akan menyebabkan "konsekuensi destruktif yang meluas" bagi Asia Barat dan sistem internasional, serta merusak perjanjian internasional dan stabilitas keamanan kolektif.
Menteri Luar Negeri Iran itu mengatakan Teheran "tidak akan pernah berkompromi terkait kedaulatan, hak, atau keamanannya."
Dia mengatakan bahwa pelaksanaan perjanjian terbaru yang ditandatangani dengan IAEA pada 9 September – yang dimediasi oleh Mesir – masih bergantung pada syarat bahwa tidak ada tindakan permusuhan, termasuk pengaktifan kembali resolusi Dewan Keamanan PBB yang telah dibatalkan, yang diambil terhadap Iran.
"Jika tidak, Republik Islam Iran akan menganggap langkah-langkah praktisnya telah berakhir," kata Araghchi.
Meski ada tekanan dan serangan, Araghchi menekankan bahwa Iran secara konsisten menunjukkan pengekangan dan komitmen terhadap diplomasi dalam menyelesaikan masalah terkait aktivitas nuklir damainya, dan tetap siap untuk "dialog konstruktif dan bermakna" sambil tetap melindungi hak-haknya di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
sumber : AP, Anadolu