Mengungkap Rahasia Islam Nusantara: Koleksi Paling Berharga di Museum Samudra Pasai

3 hours ago 1

Wisatawan melihat peninggalan sejarah lonceng cakra donya di halaman museum Aceh, Banda Aceh, Aceh, Senin (30/11/2020). Lonceng cakra donya merupakan hadiah persahabatan dari penguasa daratan Tiongkok Kaisar Yonglee yang mengutus Laksamana Cheng Ho untuk diberikan kepada Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1414 Masehi yang kemudian dibawa ke Kutaradja atau Banda Aceh setelah Samudera Pasai ditaklukkan Aceh Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah hamparan tanah Aceh yang menyimpan jutaan kisah, berdiri sebuah museum yang menjadi saksi bisu kejayaan Islam pertama di Nusantara: Museum Samudra Pasai.

Udara di sekitarnya terasa penuh dengan jejak sejarah, seolah mengundang setiap pengunjung untuk menyingkap lembaran masa lalu yang gemilang. Di antara ratusan koleksi yang dipajang, ada beberapa benda yang seolah punya magnet tersendiri, membuat para peziarah sejarah tak bisa berpaling. Mereka bukan sekadar benda mati, melainkan penutur ulung yang menceritakan kembali kebesaran sebuah peradaban.

Melangkah lebih dalam, mata setiap pengunjung pasti akan tertuju pada sebuah etalase berisi koin-koin kecil yang berkilau. Itu adalah Dirham, mata uang emas yang pernah beredar di Samudra Pasai. Koin-koin itu bukan hanya alat tukar, melainkan simbol kemakmuran dan kekuatan maritim sebuah kesultanan yang disegani.

Setiap koin kecil itu menyimpan cerita tentang jalur perdagangan yang ramai, tentang kapal-kapal yang bersandar dari berbagai penjuru dunia, membawa rempah-rempah dan bertukar ide. Melihatnya, kita seolah bisa mendengar kembali hiruk pikuk pelabuhan kuno yang menjadi pusat perniagaan kala itu.

Di sudut lain, terdapat replika batu nisan yang ukirannya begitu halus dan indah. Batu-batu itu adalah salinan dari makam para raja dan ratu, termasuk makam Sultan Malik As-Saleh, sang pendiri kesultanan. Nisan-nisan ini bukan sekadar penanda makam, melainkan prasasti yang mengabadikan jejak para pemimpin yang berhasil membawa cahaya Islam ke tanah Nusantara.

Dengan melihatnya, kita bisa membayangkan sosok-sosok di balik nama-nama tersebut, para pemikir dan pejuang yang meletakkan fondasi peradaban Islam di wilayah ini.

Suasana semakin hening saat pengunjung berhenti di depan etalase yang berisi manuskrip-manuskrip kuno. Lembaran-lembaran yang sudah memudar itu, ditulis tangan dengan aksara Jawi, menyimpan hikayat dan catatan sejarah yang tak ternilai.

Salah satu yang paling terkenal adalah Hikayat Raja-Raja Pasai, sebuah karya sastra yang menjadi sumber utama sejarah kesultanan. Membaca deskripsinya, kita seolah ikut menyelami intrik kekuasaan, kisah percintaan, dan perjuangan yang membentuk identitas bangsa. Manuskrip ini adalah jantung cerita yang membuat sejarah Samudra Pasai terasa hidup.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |