Pemerintah Sudah Terbitkan Perpres Penertiban Hutan Sejak Januari 2025

1 day ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan. Ia menyampaikan bahwa telah ada ketentuan hukum yang mengatur hal tersebut.

Isu lingkungan kembali mencuat ke publik, terutama terkait laporan aktivitas pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kawasan ini lebih dikenal sebagai destinasi wisata unggulan Indonesia.

Sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk menanggapi polemik ini secara serius. Menurut Prasetyo, Presiden Prabowo Subianto dan jajaran telah mencermati berbagai suara dari masyarakat.

"Perlu saudara-saudara ketahui bahwa sesungguhnya pemerintah sejak bulan Januari (2025) telah menerbitkan Peraturan Presiden mengenai penertiban kawasan hutan, yang di dalamnya termasuk usaha-usaha berbasis sumber daya alam, dalam hal ini usaha-usaha pertambangan," ujar Prasetyo dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, yang juga disiarkan secara daring, Selasa (10/6/2025).

Aturan dimaksud adalah Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Perpres ini bertujuan mengatasi persoalan tata kelola hutan yang dinilai belum optimal, termasuk aktivitas ilegal yang merugikan negara. Aturan ini resmi berlaku sejak 21 Januari 2025.

"Berkenaan dengan yang sekarang ramai di publik, yaitu izin usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, itu adalah salah satu bagian dari semua proses penertiban yang sedang dijalankan oleh pemerintah," ujar Prasetyo.

Atas nama pemerintah, ia menyampaikan terima kasih atas berbagai masukan dan informasi dari masyarakat, mulai dari pegiat media sosial hingga aktivis lingkungan. Menurutnya, itu bukti kepedulian terhadap kelestarian alam Raja Ampat.

Pemerintah pun mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pencabutan dilakukan terhadap PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Nurham (Pulau Waigeo), PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Batang Pele), dan PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe).

"Ini yang kita cabut (izin usaha tambangnya)," tegas Bahlil.

Hanya satu perusahaan yang masih memegang izin operasional di sana, yakni PT Gag Nikel (anak usaha PT Antam Tbk). Perusahaan tersebut diperbolehkan melanjutkan kontrak karya pertambangan di kawasan hutan hingga masa izin berakhir, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.

Namun, pada 5 Juni 2025, kegiatan operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag untuk sementara dihentikan oleh Menteri ESDM sebagai respons atas pengaduan masyarakat mengenai dampak pertambangan terhadap kawasan wisata.

"Meski (izin) PT Gag tidak kita cabut, tetapi atas perintah Bapak Presiden, kita mengawasi secara khusus pelaksanaannya. Jadi amdalnya harus ketat, reklamasinya harus ketat, tidak boleh merusak terumbu karang. Kita akan awasi secara menyeluruh terkait urusan di Raja Ampat," ujar Bahlil.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |