Pimpinan BAZNAS Bukan Politik Melainkan Penentu Nasib Ekonomi Syariah

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, ​Peningkatan luar biasa pendaftar untuk posisi pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sebuah lonjakan dua kali lipat dari periode sebelumnya, adalah sebuah pengakuan resmi dan terang-terangan bahwa BAZNAS telah bertransformasi menjadi institusi super strategis dan bukan lagi sekadar badan amal. Posisi ini jauh dari sekadar jabatan politis yang berebut panggung; ia adalah titik kunci penentu (decisive factor) apakah ekonomi syariah di Indonesia akan benar-benar menjadi sistem hidup (sanubari) umat, atau hanya akan tetap menjadi statistik angka-angka yang hambar.

​Tanggung jawab yang diemban oleh pimpinan BAZNAS yang baru adalah ujian sesungguhnya bagi klaim Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah global. Ujian tersebut adalah mampukah BAZNAS mentransformasi dana triliunan (angka makro) coba jadikan menjadi program zakat produktif yang terstruktur dan masif, sehingga mampu mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia?

Kontradiksi Angka Makro vs. Realitas Mikro

Narasi mengenai kemajuan ekonomi syariah di Indonesia selama ini sarat akan paradoks. Di satu sisi, data makro secara konsisten menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan ambisius, namun di sisi lain, implementasinya di tingkat akar rumput atau di sanubari masyarakat masih tergolong lemah dan minim dampak substansial. Kontradiksi ini menciptakan ilusi keberhasilan yang sangat rentan.

Pertumbuhan yang terlihat mengkilap ini didominasi oleh kinerja pada level institusional dan agregat makro. Sebagai contoh, aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham) per Desember 2024 telah mencapai Rp2.883,67 triliun, dengan pertumbuhan signifikan di sektor pasar modal syariah yang sering didorong oleh investasi korporasi besar. Begitu pula, pangsa pasar perbankan syariah mencatatkan peningkatan aset sebesar 9,88% year-on-year (yoy) per Desember 2024, menaikkan market share industri ini menjadi 7,72% (OJK, 2024).

Lebih ambisius lagi, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) optimistis kontribusi ekonomi syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), terutama didorong oleh Halal Value Chain (HVC) seperti makanan dan fesyen halal yang akan terus meningkat, bahkan diproyeksikan melampaui 47,30% pada akhir tahun 2024. Angka-angka ini adalah bukti bahwa secara struktur dan value agregat, ekonomi syariah diakui dan tumbuh.

Meskipun laporan makro terlihat hebat, pertumbuhan ini gagal menembus sanubari mayoritas umat karena tiga kesenjangan fundamental yang saling terkait. Pertama, masalah Pangsa Pasar yang mini, market share perbankan syariah yang hanya 7,72% menegaskan secara lugas bahwa sembilan dari sepuluh masyarakat Indonesia masih memilih instrumen keuangan konvensional.

Data ini menunjukkan bahwa prinsip syariah belum menjadi pilihan hidup (sistem hidup) masyarakat luas, melainkan hanya dilihat sebagai alternatif marginal atau sebatas label agama. Kedua, ada masalah Inklusi yang Rendah: Indeks Inklusi Ekonomi Syariah pada 2025 yang masih berada di level 13,41% mengindikasikan bahwa ketidakketertarikan dan pemahaman mendalam masyarakat mengenai produk, manfaat, dan prinsip-prinsip syariah masih minim, yang secara langsung tetap rendah, khususnya di daerah pedesaan.

Terakhir, masalah Kepercayaan Institusional Terbelah, kenyataan bahwa mayoritas umat Islam masih menyalurkan zakat secara informal, tidak melalui lembaga resmi, menunjukkan adanya keraguan struktural dan rendahnya sense of belonging terhadap institusi syariah formal. Keraguan inilah yang harus disembuhkan oleh BAZNAS sebagai satu-satunya institusi syariah yang diakui dan didukung negara, menjadikannya penentu nasib untuk mengatasi kegagalan penetrasi ekonomi syariah di tingkat akar rumput.

BAZNAS sebagai Mesin Leverage dan Penawar Kesenjangan

Inilah mengapa BAZNAS menjadi begitu "seksi" dan jabatan pimpinannya disebut Penentu Nasib Ekonomi Syariah. BAZNAS berfungsi sebagai jembatan unik yang beroperasi di persimpangan antara keuangan sosial syariah dan pembangunan ekonomi riil. Inti dari peran strategis ini terletak pada Kekuatan Dana Triliunan sebagai Modal Sosial yang dikelolanya. BAZNAS (bersama LAZ) diperkirakan mengelola potensi ZIS-DSKL hingga puluhan triliun rupiah per tahun.

Data akhir Tahun 2024 bahkan mencatat bahwa BAZNAS berhasil mendistribusikan dan mendayagunakan dana kepada 74.793.234 mustahik secara nasional, menunjukkan pertumbuhan penerima manfaat sebesar 29,71%. Kekuatan finansial masif ini wajib dioptimalkan, yaitu dengan menggeser fokus utama dari distribusi yang bersifat konsumtif (karitatif) ke pendayagunaan produktif (pemberdayaan). Melalui program seperti BAZNAS Microfinance atau bantuan modal bergulir bagi UMKM, Zakat Produktif menjadi cara paling efektif untuk menerapkan keadilan sosial syariah dengan tujuan mengubah Mustahik menjadi Muzakki.

Tanggung jawab ini kemudian mengarah pada poin penting kedua: Sinergi untuk Menjahit Ekonomi Syariah dari Bawah. Kepemimpinan BAZNAS yang baru memiliki mandat untuk menciptakan sinergi organik antara sektor filantropi Islam dan industri keuangan komersial syariah. Program Zakat Produktif BAZNAS harus berperan sebagai inkubator nasabah syariah, di mana mustahik yang telah dilatih dan didanai, setelah usahanya stabil, dihubungkan secara wajib dengan Bank Syariah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah untuk mendapatkan pembiayaan yang lebih besar.

Sinergi ini sekaligus bertindak sebagai penjembatan literasi. Keberhasilan Zakat Produktif akan menjadi bukti nyata (visceral proof) yang paling kuat tentang manfaat ekonomi syariah. Ketika rakyat merasakan langsung dampak zakat yang memberdayakan hidup mereka, kepercayaan terhadap prinsip dan sistem Syariah akan tumbuh secara otomatis, menyembuhkan masalah literasi dan pangsa pasar yang selama ini diderita oleh perbankan syariah.

Oleh karena itu, lonjakan pendaftar yang memiliki latar belakang profesional dan akademis yang kuat menggarisbawahi tekad mereka untuk Menolak Label Politis dan Mengangkat Marwah Amanah lembaga. Pimpinan BAZNAS yang baru harus menjadikan transparansi dan efektivitas sebagai etos utama. Dengan menjalankan tugasnya sesuai koridor amanah ini, mereka menghadapi ujian sesungguhnya, pertanyaannya adalah mampukah mereka mentransformasi dana triliunan (angka makro) menjadi program zakat produktif yang terstruktur dan masif, sehingga ekonomi syariah tidak lagi hanya dipersepsikan sebagai gimmick atau label, melainkan sebagai solusi nyata dan sistem hidup (sanubari) yang mampu mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia?

Jika BAZNAS berhasil menggunakan dana triliunan ini untuk mencetak ratusan ribu Muzakki baru dalam periode kepemimpinan mereka, maka ekonomi syariah akan berhasil turun ke dapur rakyat, bukan sekadar menari-nari di atas kertas statistik PDB. Inilah esensi Penentu Nasib yang melekat pada Pimpinan BAZNAS, yang menjadikannya jauh lebih strategis dan krusial daripada sekadar kontestasi jabatan politis.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |