Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi sejumlah kebijakan ekonomi pemerintah. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi sejumlah kebijakan ekonomi pemerintah.
“Kebijakan ekonomi ekspansif atau pelonggaran pemerintah dan kekhawatiran defisit anggaran masih menekan rupiah,” ujarnya di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Beberapa kebijakan yang dimaksud antara lain pemberian likuiditas Rp200 triliun kepada bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), paket stimulus 8+4+5 senilai Rp16,23 triliun, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selain itu, pasar juga menyoroti defisit anggaran yang telah direvisi menjadi Rp689,1 triliun atau 2,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rancangan APBN 2026, dari rancangan sebelumnya Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB.
Sentimen negatif terhadap rupiah turut dipengaruhi keputusan Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025, yang memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00 persen. Suku bunga deposit facility juga dipangkas 25 bps ke level 4,25 persen, sementara lending facility turun 25 bps ke level 5,75 persen.
Di ranah global, rupiah masih tertekan akibat penguatan kembali dolar AS seiring sikap less dovish Federal Reserve (The Fed) pasca pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). “Namun demikian, ada potensi BI akan aktif mengintervensi melalui triple intervensi di pasar spot, non-deliverable forward (NDF), dan Surat Berharga Negara (SBN),” kata Lukman.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.500–Rp16.650 per dolar AS pada hari ini. Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Senin di Jakarta melemah 33 poin atau 0,20 persen menjadi Rp16.634 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.601 per dolar AS.
sumber : Antara