Laporan jurnalis Bambang Noroyono dan Fotografer Thoudy Badai dari Tunis, Tunisia
REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- One for all, all for one. Itu prinsip keteguhan hati delegasi Indonesia ketika menarik sebagian besar delegasi dari Global Sumud Flotilla. Misi pelayaran akbar membelah Laut Mediterania membuka koridor kemanusian untuk Gaza bukanlah demi mengincar validasi diri, pengakuan, ataupun penghormatan.
Ikut naik kapal atau tidak, ikut berlayar ataupun tidak, bukan itu tujuan utamanya. Global Sumud Flotilla punya tujuan yang lebih besar: membuka mata dunia tentang penjajahan di Palestina. Global Sumud Flotilla punya tujuan yang paling utama: menggugah kesunyian dunia tentang penderitaan orang-orang di Gaza yang menjadi korban genosida tentara Zionis Israel.
“Misi ini, bukan misi negara per negara. Tetapi misi ini, bersama 45 negara yang menjadi satu kesatuan untuk menembus Gaza. Bukan tentang masuknya relawan Indonesia ke dalam Gaza,” begitu kata Maimoen Herawati kepada Republika di Tunisia, Sabtu (13/9/2025). Maimoen, partisipan Indonesia paling senior yang ikut dalam misi pelayaran Global Sumud Flotilla. Dari Indonesia ada 30 partisipan yang ikut dalam misi pelayaran kemanusian akbar menembus blokade Gaza ini. Semua partisipan dari Indonesia itu tergabung dalam relawan dan aktivis dari Indonesia Global Peace Convoy (IGPC). Tujuh di antaranya adalah pewarta, termasuk dua wartawan Republika: Bambang Noroyono dan Thoudy Badai.
Keputusan delegasi Indonesia menarik diri bukan karena tak dapat tempat di armada-armada Global Sumud Flotilla. Dari 30 partisipan Indonesia, 26 diantaranya lolos pelatihan dan training selama 10 hari oleh Steering Committee Global Sumud Flotilla dan Sumud Maghribi sejak 2 September yang digelar di Gedung General Union of Tunisian Workers (GUTW). Dan Republika mendapat tempat di Kapal-13 dan Kapal-19. Partisipasi delegasi Indonesia pun sejak awal sudah mendapatkan tempat di armada-armada kemanusian itu. Karena IGPC membeli, lalu menyumbangkan lima kapal untuk misi pelayaran kemanusian akbar Global Sumud Flotilla itu.
Keputusan menarik diri itu mufakat pada 11 September. Atau satu hari setelah penundaan keempat kalinya pelayaran. Setelah Steering Committe Global Sumud Flotilla mengumumkan penundaan pelayaran pada 10 September, seluruh delegasi Indonesia berkumpul mengevaluasi semua keadaan. Serangan udara Zionis Israel ke Qatar turut menjadi pembahasan aspek geopolitik dalam musyawarah yang dipimpin Penasehat IGPC Bachtiar Natsir, dan Ketua Koordinator IGPC Muhammad Husein ketika itu.
Informasi-informasi diplomatik dari kedutaan juga dibeberkan dalam ruang evaluasi saat itu. Termasuk soal peliknya situasi politik dalam negeri di Tunisia sendiri soal Global Sumud Flotilla ini. Beredar kabar tentang ancaman penggulingan Presiden Tunisia oleh negara-negara sekutu zionis, jika tetap nekat mendukung Global Sumud Flotilla berlayar dari Negeri Tanah Kuno itu. Sinyal itu terang ketika drone asing dari pangkalan militer Siprus dan Malta menyerang armada-armada Global Sumud Flotilla, pada Selasa (9/9/2025) dini hari, dan Rabu (10/9/2025) dini hari. Penyerangan terhadap Kapal Family Madeira berbendera Portugal, dan Kapal Alma berbendera Inggris di Dermaga Sidi Bou Said itu cuma berjarak dua kilometer (Km) dari Istana Carthage yang menjadi Istana Presiden Tunisia.
Dan dikabarkan pula, setelah penyerangan itu, Presiden Tunisia mendapatkan tekanan di dalam negeri oleh rakyatnya sendiri. Presiden Tunisia juga bakal digulingkan oleh rakyatnya sendiri jika nekat membubarkan aksi Global Sumud Flotilla yang menjadikan negara itu sebagai lokasi angkat jangkar serempak. Musyawarah seluruh delegasi IGPC juga membahas posisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang sampai pada saat itu, tak juga menyatakan dukungan maupun perlindungan terhadap warga Indonesia yang ikut ambil bagian dalam misi pelayaran menembus blokade Gaza tersebut.
Itu berbeda dengan yang dilakukan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim yang sangat antusias dan mendukung para relawan dan aktivis Harimau Malaya untuk turut serta dalam pelayaran kemanusian ke Gaza ini. Meskipun Malaysia dan Indonesia dua negara terbesar di Asia Tenggara yang tak sudi memiliki kontak diplomatik dengan Zionis Israel. Aspek ketiadaan diplomatik itu jadi pertimbangan penting bagi warga negara dalam setiap apapun aksi aktivisme Palestina. Apalagi misi Global Sumud Flotilla ini bakal menembus Gaza yang dikepung total tentara zionis. Selain aspek-aspek tersebut memang diakui sulitnya menyatukan motivasi seluruh partisipan dari 45 negara dalam misi ini. Karena latar belakang ribuan delegasi yang campur aduk.
Steering Committee Global Sumud Flotilla, pun pusing bukan kepalang menyisir ribuan partisipan dari seluruh penjuru dunia itu. Orang-orang yang tak sepaham dengan gerakan nonviolence, atau aksi tanpa kekerasan, dan partisipan-partisipan yang sulit memahami motivasi tunggal kemanusian dalam misi ini tereliminasi tak dapat tempat dalam daftar peserta pelayaran. Steering committee itu punya tim yang mengecek semua latar belakang para partisipan. Pun memperhatikan gerak-gerik dan mentalitas seluruh partisipan. Termasuk mengecek aktivisme para partisipan di media sosial. Akan tetapi penyaringan-penyaringan partisipan itu, pun dilakukan memang karena terbatasnya jumlah armada-armada kemanusian untuk misi pelayaran ini.
Alhasil steering committee memang membuat kriteria-kriteria prioritas bagi para partisipan untuk masuk dalam daftar peserta pelayaran. Dokter dan perawat, aktivis yang memiliki pengaruh massa, ataupun yang punya peran politik di negara-negaranya masing-masing, wartawan, dan individu yang memiliki keahlian di bidang perkapalan dan pelayaran sebagai kalangan-kalangan prioritas untuk masuk dalam daftar pengisi armada-armada kemanusian.
Paling penting memang, para peserta pelayaran idealnya berasal dari negara-negara yang memiliki hubungan bilateral dengan rezim Zionis Israel. Persoalan diplomatik itu penting. Karena pemerintahan dari negara-negara asal partisipan itu bakal menekan Zionis Israel sebagai bentuk perlindungan terhadap warga negaranya yang ikut dalam misi pelayaran kemanusian ini.
Dan strategi itu lebih dapat menjamin keselamatan para peserta pelayaran dari ancaman-ancaman mematikan yang berulang-ulang disampaikan oleh pejabat-pejabat Zionis Israel terhadap kampanye Global Sumud Flotilla ini. Bahkan Zionis Israel berkali-kali mengancam akan mengebom kapal-kapal kemanusian itu dari udara di atas perairan internasional jika tetap nekat berlayar menembus Gaza.