Sejarah Puasa Sunnah Asyura dan Tasu'a, Berawal dari Keinginan Rasulullah SAW

6 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Puasa sunah Asyura dan Tasu'a dilaksanakan pada 9 dan 10 Muharram. Merujuk kalender Hijriah 2025 yang disusun oleh Kementerian Agama (Kemenag), 9 dan 10 Muharram 1447 Hijriyah jatuh pada tanggal 5 dan 6 Juli 2025.

Umat Islam sangat dianjurkan mengerjakan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW, disamping taat melaksanakan ibadah yang diwajibkan dalam agama Islam. 

Pakar ilmu tafsir dan hukum Islam, Prof KH Ahsin Sakho Muhammad menceritakan sejarah awal mula puasa sunah Asyura dan Tasu'a. Berawal peristiwa Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah pada Rabiul Awal. Setelah beberapa bulan di Madinah, Nabi Muhammad SAW melihat orang-orang Yahudi di Madinah puasa Asyura pada 10 Muharram.

Kemudian Nabi Muhammad SAW bertanya kepada mereka (orang-orang Yahudi), "Mengapa kamu berpuasa?"

Mereka menjawab, "Itulah hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Raja Firaun."

Pada 10 Muharram, Nabi Musa dan Bani Israil berhasil menyeberangi Laut Merah yang terbelah setelah Nabi Musa memukulkan tongkatnya. Sehingga mereka selamat dari kejaran pasukan dan Raja Firaun. Karena itulah kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura atau 10 Muharram sebagai bentuk rasa syukur mereka. 

Nabi Muhammad SAW kemudian mengatakan kepada kaum Yahudi bahwa ia lebih berhak terhadap Nabi Musa daripada kalian Bani Israil. Nabi Muhammad SAW kepada kaum Yahudi mengatakan bahwa dirinya yang melanjutkan tugas kenabian dari Nabi-nabi terdahulu.

Akhirnya Nabi memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk berpuasa pada tanggal 10 Muharram.

Kiai Ahsin menerangkan, selanjutnya turun ayat Alquran yang berkaitan dengan puasa di bulan Ramadhan. Maka yang tadinya berpuasa pada 10 Muharram digantikan oleh kewajiban berpuasa pada bulan Ramadhan. 

Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan bahwa berpuasa pada 10 Muharram akan bisa mengampuni dosa-dosa selama satu tahun. Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu. (HR Imam Muslim).

Kemudian Nabi Muhammad SAW juga mengatakan, kalau seandainya masih diberi umur selama satu tahun ke depan, maka akan melaksanakan puasa pada 9 Muharram. 

Menurut Kiai Ahsin, puasa pada 9 Muharram bertujuan supaya tidak sama antara puasanya Nabi Muhammad SAW dan kaum Yahudi.

Rasulullah SAW ingin agar supaya puasa sejak tanggal 9 Muharram sampai 10 Muharram, jadi dua hari puasanya, agar berbeda puasanya dengan kaum Yahudi. Hanya saja Nabi Muhammad SAW sebelum sampai Muharram tahun depan sudah wafat terlebih dahulu.

Menurut Kiai Ahsin, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan dari sejarah puasa Asyura ini. Pertama, puasa sunah ini bentuk tenggang rasa dan toleransi Nabi Muhammad SAW terhadap orang Yahudi. Di sini Rasulillah SAW ikut berpuasa pada 10 Muharram seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi di Madinah.

Nabi juga begitu sampai ke Madinah, shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis di Yerusalem selama sekitar satu tahun setengah. Seperti orang-orang Yahudi di Madinah yang sembahyang menghadap ke Baitul Maqdis. 

Menurut Kiai Ahsin, itulah cara Nabi bertoleransi terhadap orang Yahudi di Madinah.

Kiai Ahsin juga menceritakan saat belajar di Madinah, sempat diajak Dosen ke istana orang Yahudi yang sangat memusuhi Nabi Muhammad SAW. Di sana ada mihrab yang masih menghadap ke Baitul Maqdis.

Lantas apakah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram atau puasa Asyura dan Tasu'a disunahkan, Kiai Ahsin mengatakan puasa Asyura dan Tasu'a tersebut disunahkan karena itu keinginan Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis dikatakan Nabi berniat melaksanakan puasa pada 9 dan 10 Muharram di tahun yang akan datang, hanya saja Nabi SAW lebih dulu wafat.

"Jadi kalau Muslim berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram melaksanakan puasa, ya bagus-bagus saja, karena orang yang menghidupkan sunah-sunah Nabi akan mendapatkan pahala," jelas Kiai Ahsin.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |