2 hours ago
2
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--The Papandayan Jazz Fest (TPJF) mencatatkan sejarah baru dengan meraih penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai hotel pertama di Indonesia yang konsisten menyelenggarakan festival musik selama 10 tahun berturut-turut. Sejak pertama kali digelar pada 2015, TPJF menjadi agenda tahunan yang menghadirkan panggung bagi musisi jazz berbagai generasi, baik nasional maupun internasional.
Menurut General Manager The Papandayan sekaligus Founder TP Jazz Management, Bobby Renaldi, pencapaian ini lahir dari konsistensi. “Kami tidak punya resep khusus, hanya komitmen untuk konsisten. Dengan atau tanpa dukungan, festival ini tetap berjalan,” ujar Bobby, belum lama ini.
Tahun ini, TPJF kembali digelar dengan tema “A Culture Resonance”. TPJF 2025 menghadirkan delapan panggung, meningkat dari enam panggung pada tahun sebelumnya. Lebih dari 100 musisi akan tampil dengan rata-rata tiga hingga empat penampilan setiap harinya. Empat special project tahun ini meliputi Tribute to Utha Likumahuwa & Benny Likumahuwa oleh Barry Likumahuwa & The Rhythm Service, The Sisters bersama Arina (Mocca), Dee Lestari, dan Imelda Rosalin, Velourettes & The Cats ft. Elgi McGlenner, serta Modulus & Spirit Band.
Selain musik, TPJF akan menghadirkan Pasar Jazz dengan sekitar 30 booth kuliner. Akses pasar terbuka untuk umum, sedangkan pengunjung yang berbelanja hingga lima ratus ribu bisa masuk ke area tujuh panggung utama.
TPJF juga akan melanjutkan The Papandayan Jazz Competition (TPJC) yang tahun ini dimulai lebih awal pada 4 Oktober 2025. Di tahun sebelumnya, kompetisi ini telah diikuti peserta dari 4 benua dan TPJC kini diarahkan sebagai platform uji kompetensi untuk mencetak musisi besar di tingkat nasional maupun internasional. “Harapan kami TPJF bisa melahirkan musisi muda yang tidak hanya tampil di panggung nasional, tetapi juga internasional, sekaligus menjadi destinasi wisata musik Bandung,” kata Bobby.
