Adu Hebat Mata Uang Asia di 2025: Maaf, Rupiah Bukan Raja!

2 hours ago 1

Big Stories 2025

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

29 December 2025 08:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas nilai tukar mata uang Asia mampu menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sepanjang 2025.

Merujuk data Refinitiv, sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan terakhir Selasa (24/12/2025) atau sebelum libur perayaan Natal dan menjelang penutupan akhir tahun, mata uang Asia terpantau cukup solid berhasil mengalahkan dominasi greenback.

Dari sebelas mata uang yang dipantau, tujuh di antaranya berhasil membukukan penguatan terhadap dolar AS, sementara empat lainnya masih tercatat melemah sepanjang tahun berjalan.

Ringgit Malaysia (MYR)

Mata uang Negeri Jiran berhasil tampil sebagai mata uang paling kuat di Asia dalam menghadapi dominasi dolar AS.

Ringgit membuka tahun ini dengan kurs berada di level MYR 4,46/US$ namun penguatan terus terjadi di sepanjang tahun ini hingga terakhir pada penutupan perdagangan Selasa (24/12/2025) kurs ringgit terhadap dolar AS berada di level MYR 4,04/US$.

Secara kumulaitf, ringgit berhasil menguat hingga 9,51% hingga tercatat sebagai yang terkuat.

Baht Thailand (THB)

Seperti tak mau kalah dari ringgit, mata uang Negeri Gajah Putih yakni baht Thailand turut tampil cukup gemilang. Di awal tahun kurs baht terhadap dolar AS masih berada di level THB 34,31/US$ hingga menguat terus di tahun ini, dengan kurs terakhir berada di posisi THB 31,05/US$ atau mengalami apresisasi hingga 9,37%.

Dolar Singapura (SGD)

Negara tetangga RI yang satu ini juga mampu tampil impresif. Dolar Singapura yang terkenal menjadi salah satu mata uang safe haven turut menguat di sepanjang tahun ini hingga 6,04%.

Di awal tahun dolar Singapura di buka di level SGD 1,36/US$ dan terus mengalami penguatan hingga di tutup di level SGD 1,28/US$ di akhir tahun ini.

Dolar Taiwan (TWD)

Mata uang Taiwan turut mencatat kinerja positif sepanjang 2025. Di awal tahun, kurs dolar Taiwan berada di level TWD 32,78/US$, dan terus menguat hingga pada penutupan perdagangan 24 Desember 2025 berada di level TWD 31,42/US$.

Dengan demikian, dolar Taiwan mencatat apresiasi sekitar 4,14% terhadap dolar AS sepanjang tahun berjalan.

Yuan China (CNY)

Yuan China juga menunjukkan ketahanan di tengah tekanan ketidakpastian global.
Mengawali tahun di level CNY 7,299/US$, yuan bergerak menguat hingga ditutup di level CNY 7,00/US$ pada perdagangan 24 Desember 2025.

Secara kumulatif, yuan mencatat penguatan sekitar 4,02% terhadap dolar AS.

Won Korea (KRW)

Sementara itu, won Korea mencatat penguatan walau terbatas di sepanjang tahun ini.

Pada awal 2025, kurs won berada di posisi KRW 1.476,78/US$, sebelum menguat secara bertahap hingga berada di level KRW 1.447,35/US$ di akhir tahun. Secara keseluruhan, won mencatat apresiasi sekitar 1,99% sepanjang 2025.

Yen Jepang (JPY)

Yen Jepang juga berhasil menguat, meski tidak sebesar mata uang Asia lainnya. Yen membuka tahun di level JPY 157,18/US$ dan berangsur terapresiasi hingga ditutup di level JPY 155,88/US$ pada 24 Desember 2025.

Dengan demikian, yen mencatat penguatan tipis sekitar 0,83% terhadap dolar AS.

Peso Filipina (PHP)

Berbeda dengan mayoritas mata uang Asia, peso Filipina justru mengalami pelemahan sepanjang 2025.

Di awal tahun, kurs peso berada di level PHP 58,07/US$, namun pada penutupan perdagangan 24 Desember 2025 melemah ke posisi PHP 58,75/US$. Secara kumulatif, peso tercatat terdepresiasi sekitar 1,17% terhadap dolar AS.

Dong Vietnam (VND)

Tak hanya Peso, Dong Vietnam juga berada dalam tekanan di sepanjang 2025. Kurs dong dibuka di level VND 25.480/US$, namun melemah ke posisi VND 26.277/US$ menjelang akhir tahun.
Dengan demikian, dong mencatat pelemahan sekitar 3,13% terhadap dolar AS.

Rupiah 

Sangat disayangkan, rupiah Garuda juga masuk dalam daftar mata uang Asia yang justru melemah terhadap dolar AS di sepanjang 2025 ini.

Di awal 2025, rupiah berada di posisi Rp16.090/US$, namun pada penutupan perdagangan 24 Desember 2025 melemah ke level Rp16.750/US$.

Secara kumulatif, rupiah tercatat melemah sekitar 4,10%, sehingga menjadi salah satu mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.

Rupee India (INR)

Rupee India juga tercatat berada dalam tekanan terhadap dolar AS sepanjang 2025.

Di awal tahun, rupee dibuka di level INR 85,62/US$, namun pergerakannya cenderung melemah hingga pada penutupan perdagangan 24 Desember 2025 kursnya berada di level INR 89,65/US$.

Secara kumulatif, rupee mencatat depresiasi sekitar 4,79% terhadap dolar AS, menjadikannya mata uang dengan pelemahan terdalam di kawasan Asia pada 2025.

Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Mata Uang Asia di 2025

Penguatan mayoritas mata uang Asia sepanjang 2025 tidak terlepas dari pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar global. Kondisi ini tercermin dari pergerakan Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kinerja dolar terhadap enam mata uang utama dunia.

Berdasarkan data Refinitiv, DXY pada awal 2025 berada di level 108,526. Namun, seiring berjalannya tahun, indeks tersebut terus mengalami tekanan hingga menjelang akhir tahun berada di posisi 97,976.

Dengan demikian, dolar AS secara kumulatif tercatat melemah sekitar 9,69% sepanjang 2025, sehingga membuka ruang apresiasi bagi sejumlah mata uang Asia terhadap greenback.

Pelemahan dolar Amerika Serikat sepanjang 2025 tidak terlepas dari kombinasi faktor kebijakan moneter, dinamika pasar keuangan global, serta prospek ekonomi AS yang dinilai semakin mengkhawatirkan.

Pasar keuangan global sejak awal tahun telah mengantisipasi arah pelonggaran kebijakan moneter bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), sehingga ekspektasi penurunan suku bunga mendorong turunnya imbal hasil obligasi pemerintah AS dan mengurangi daya tarik aset berdenominasi dolar.

Pada saat yang sama, ketidakpastian kebijakan fiskal dan perdagangan, termasuk risiko defisit anggaran yang tinggi serta dampak penerapan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump, turut menekan persepsi pasar terhadap prospek ekonomi AS.

Seiring meningkatnya minat investor pada aset berisiko (risk-on sentiment), terjadi rotasi arus modal menuju aset non-USD dan mata uang pasar berkembang atau emerging markets yang menawarkan prospek imbal hasil lebih menarik.

Dari sisi fundamental, sejumlah indikator ekonomi AS juga menunjukkan perlambatan relatif dibandingkan negara mitra dagangnya, sehingga mempersempit diferensiasi kinerja ekonomi AS terhadap negara lain.

Dalam jangka lebih panjang, tren diversifikasi cadangan devisa oleh sejumlah negara turut memperlemah dominasi dolar. Akumulasi faktor-faktor tersebut tercermin pada penurunan Indeks Dolar AS (DXY) sepanjang 2025, yang pada gilirannya membuka ruang penguatan bagi mayoritas mata uang Asia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |