REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengingatkan tentang dampak berbahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan gawai atau gadget yang berlebihan terhadap pengembangan karakter generasi muda. Meskipun teknologi digital menawarkan banyak manfaat dalam pembelajaran dan akses informasi, Puspeka menekankan bahwa ketergantungan pada layar dapat menghambat pembentukan karakter esensial seperti empati, kemampuan bersosialisasi tatap muka, dan fokus jangka panjang.
"Saat ini tantangan kita cukup menantang ya, terutama di dunia pendidikan. Tadi seperti yang saya sampaikan, anak-anak mengalami adiksi gawai," kata Kepala Puspeka Rusprita Putri Utami di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/10/2025).
Hal tersebut disampaikan saat "Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter 2025 di Provinsi Jawa Tengah" yang digelar Puspeka dan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jateng. Menurut dia, globalisasi dan era digital menjadi tantangan pertama pembangunan karakter bangsa, seiring dengan mudahnya arus informasi dan data diakses dari berbagai sumber.
"Ada risiko adiksi gawai. Saat ini pasien yang masuk RSJ usia anak yang signifikan karena adiksi gawai dan pornografi. Adiksi gawai secara medis jauh lebih berbahaya dari adiksi narkoba," katanya.
Kemudian anak-anak sekarang ini juga diistilahkan sebagai Generasi Strawberry, kata dia, meminjam istilah Rhenald Kasali, yang terlihat kuat dari luar, tapi ternyata dalamnya rapuh. Ia mengatakan generasi sekarang ini juga cenderung rentan kondisi kesehatannya karena kebiasaan yang tidak bagus, seperti malas gerak (mager), begadang, dan suka mengonsumsi minuman manis.
Untuk memperkuat karakter generasi muda, kata dia, Puspeka melakukan berbagai upaya, salah satunya kegiatan fasilitasi dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan terkait. "Kami sengaja mengundang berbagai unsur di ekosistem pendidikan. Sebenarnya harapan kami adalah setiap unsur yang ada di ekosistem ini bisa saling bertemu dan berdiskusi," katanya.
Ia juga menegaskan peran orang tua terhadap pembentukan karakter anak sangat penting, sebab anak-anak akan banyak belajar bersama keluarganya dari keteladanan. "Tidak perlu teori muluk dan rumit, cukup melalui proses pembiasaan dan arbitrasi mampu membentuk kebiasaan dan karakter. Jika dilakukan secara kolektif akan menjadi kebudayaan," katanya.
Sementara itu Kepala BBPMP Jateng Nugraheni Triastuti mengatakan selama ini telah melakukan berbagai kegiatan program prioritas penguatan pendidikan karakter. "Sudah mulai di Mei. Pada Juni lalu kami menyelenggarakan sosialisasi panduan implementasi kebijakan Tujuh Kebiasaan Anak Hebat," katanya.
Kemudian menggelar FGD (Focus Group Discussion) dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di daerah, seperti Dinas Pendidikan, Kwartir Cabang Pramuka, pembina dan koordinator pengawas SD hingga SMA. "Pada Agustus kemarin, kami adakan advokasi penguatan implementasi Tujuh Kebiasaan Anak Hebat di satuan pendidikan," katanya.
Pada September, pihaknya mengadakan pendampingan bagi pengawas dan penilik di satuan kerjanya untuk melakukan supervisi monitoring evaluasi kegiatan Tujuh Kebiasaan Anak Hebat. Kegiatan "Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter 2025 di Provinsi Jawa Tengah" dihadiri berbagai pemangku kepentingan terkait, seperti Dinas Pendidikan (Disdik), kepala sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, hingga media.