REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jika mendengar kata 'quantum', sebagian orang mungkin langsung ingat Ant-Man, mesin waktu Avengers, atau sekadar istilah rumit yang biasa nongol di seminar fisika teoretis. Namun, Rektor Cyber University, Gunawan Witjaksono memiliki cara lain menjelaskannya.
Quantum bukan lagi bahan film superhero, tapi kenyataan yang sebentar lagi ngetuk pintu hidup kita. Hal itu ia lontarkan di event Qiskit Fall Fest 2025 yang berlangsung pada Selasa (30/9/2025) di Aula Cyber University, Jakarta Selatan.
Acara ini digelar Cyber University barengan sama IBM Quantum. Cyber University menjadi satu-satunya Universitas di Indonesia yang terpilih sebagai Support Event bersama IBM Quantum. Bahkan di dunia hanya 150 yang terpilih, Indonesia salah satunya melalui Cyber University.
Gunawan membuka pemaparannya dengan perbandingan yang cukup tajam. Menurutnya, jika Artificial Intelligence (AI) saat ini telah mengguncang kehidupan manusia mulai dari penulisan skripsi yang dapat dibantu ChatGPT hingga pekerjaan desain yang beralih ke MidJourney, maka Quantum Computing akan menjadi gelombang perubahan berikutnya.
“Quantum bukan cuma soal kecepatan, tapi soal cara berpikir baru. Kita bicara optimization, simulation, keamanan data, sampai pemodelan finansial. Semua itu bakal mengubah wajah industri, dan Indonesia harus siap ambil peran,” ujarnya.
Gunawan menekankan komputer klasik yang selama ini dianggap andal dapat dengan mudah tertinggal dibanding mesin kuantum. Permasalahan yang selama ini tampak tak terpecahkan seperti prediksi pasar finansial atau simulasi molekul obat akan dapat diatasi dengan lebih cepat dan efisien.
Pada titik ini, ia mengingatkan Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton. Jangan sampai, bangsa ini sekadar menjadi end user yang hanya memanfaatkan hasil riset luar negeri tanpa membangun kapasitas sendiri. Inilah alasan mengapa Cyber University, sebagai The First Fintech University in Indonesia, aktif menyelenggarakan diskusi akademik hingga menjalin kolaborasi internasional.
Yang membuat acara ini semakin signifikan adalah penandatanganan MoU dengan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). Gunawan menilai hal tersebut sebagai tonggak penting, mengingat dunia tengah menghadapi tantangan serius dalam bidang post-quantum cryptography.
Sistem keamanan data yang ada saat ini berpotensi ditembus oleh komputer kuantum di masa depan. Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan riset, menyiapkan sumber daya manusia, serta memiliki sistem pertahanan siber yang mandiri.
Di penghujung sesi, Gunawan menyampaikan pernyataan yang menggugah. “Hari ini kita tidak hanya bicara masa depan, kita sedang menuliskannya. Dan Cyber University ingin memastikan anak muda Indonesia menjadi penulis utama, bukan catatan kaki dalam sejarah quantum computing dunia.”
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa isu ini bukan sekadar jargon akademik. Mahasiswa masa kini perlu melihat Quantum Computing bukan hanya sebagai teori kompleks dalam buku teks, melainkan sebagai peluang nyata. Dalam 10 hingga 20 tahun mendatang, merekalah yang berpotensi menjadi pionir dalam merancang algoritma baru, mengamankan data nasional, atau setidaknya memahami perbedaan mendasar antara komputer klasik dengan mesin kuantum.
Dan kalau benar quantum adalah “revolusi berikutnya” setelah AI, mungkin pertanyaannya sederhana tapi menggelitik, kita siap jadi pemain utama, atau cukup puas jadi penonton bioskop yang hanya manggut-manggut nonton film Marvel?