Media Sosial dan Tantangan Komunikasi Generasi Z: Antara Kemudahan dan Kebijaksanaan

3 hours ago 1

Image Ainin Nur Fauza

Eduaksi | 2025-10-02 14:11:04

Generasi Z kini telah memasuki dunia kerja dan perguruan tinggi. Bagaimana pola komunikasi mereka yang unik di media sosial membentuk masa depan Indonesia? Dan apa peran orang tua serta pendidik dalam membimbing mereka?

Media Sosial. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Berdasarkan "Indonesia Media Consumption Report 2025" yang dirilis Kamis (28/8/2025), Generasi Z mendominasi penggunaan media sosial dengan persentase mencapai 60% dari total pengguna, menunjukkan bahwa platform digital memang menjadi konsumsi utama generasi tersebut.

Generasi Z mereka yang lahir antara 1997-2012 kini memasuki usia produktif. Sebagai generasi pertama yang tumbuh sepenuhnya di era digital, mereka mengembangkan pola komunikasi yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Transformasi ini tidak hanya memengaruhi cara mereka berinteraksi, tetapi juga membentuk karakter dan nilai-nilai yang akan mereka bawa sebagai pemimpin masa depan Indonesia.

Pentingnya memahami Generasi Z juga disadari pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, “di masa Indonesia Emas 2045, pemimpin bangsa adalah anak-anak muda kalangan generasi milenial dan Generasi Z di masa sekarang. generasi muda saat ini lebih unggul dibandingkan generasi pemimpin pada usia yang sama dengan mereka. Hal tersebut dikarenakan kemudahan mengakses informasi dan pengetahuan, serta paparan teknologi yang mumpuni sejak dini.” Berdasarkan sambutan Menko PMK saat sambutan kegiatan Dies Natalis HMI ke-77 yang diselenggarakn di Pos Bloc Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).

Yang menarik, Generasi Z menggunakan media sosial bukan sekadar untuk berkomunikasi, tetapi juga membangun identitas. Mereka dengan cermat memilih konten yang diunggah untuk menggambarkan kepribadian dan nilai-nilai mereka. Personal branding bukan lagi monopoli selebriti, tetapi kebutuhan setiap individu.

Mereka juga membentuk komunitas berdasarkan minat dan nilai yang sama. Dari komunitas pecinta game hingga aktivis lingkungan, Generasi Z menemukan "tribe" mereka di dunia digital. Fenomena micro-influencer pun berkembang mereka lebih percaya rekomendasi dari teman sebaya ketimbang iklan brand besar.

Uniknya, Generasi Z aktif menggunakan platform digital untuk aktivisme sosial. Tagar seperti #SavePapua, #ReformasiDikorupsi, atau #ClimateAction menjadi alat mereka menyuarakan keprihatinan. Mereka memahami kekuatan media sosial untuk menggerakkan perubahan. Sekretariat Negara bahkan mencatat bahwa "media sosial memainkan peran penting dalam meningkatkan partisipasi politik khususnya bagi generasi muda pada pesta demokrasi tahun 2024."

Media sosial memberikan hal luar biasa bagi Generasi Z. Akses informasi menjadi tak terbatas. Mereka bisa belajar bahasa asing dari YouTube, mengikuti kursus online, atau membangun bisnis melalui Instagram dan TikTok Shop. Banyak anak muda yang berhasil mengembangkan kreativitas mereka melalui content creation.

Konektivitas global juga membuka wawasan. Generasi Z Indonesia bisa berdiskusi dengan teman sebaya dari berbagai negara, memperluas perspektif, dan memahami keberagaman dunia. Dengan ini media sosial tidak menjadi penghalang bagi Generasi Z untuk membangun relasi dan berkembang.

Namun, di balik kemudahan itu, muncul tantangan serius. Ketergantungan pada komunikasi digital mengurangi kemampuan berinteraksi tatap muka. Banyak Generasi Z yang merasa canggung saat presentasi di depan kelas atau wawancara kerja secara langsung. Terlalu berfokus menggunakan media sosial juga bisa membuat Generasi Z kurang percaya diri di kehidupan nyata.

Lebih mengkhawatirkan, tekanan untuk tampil sempurna di media sosial memicu kecemasan dan depresi. Budaya "highlight reel" hanya menunjukkan momen terbaik menciptakan ekspektasi tidak realistis. Belum lagi ancaman cyberbullying dan penyebaran hoaks yang dapat merusak mental dan pemikiran mereka.

Menghadapi transformasi ini, orang tua dan pendidik memiliki peran krusial. Namun, pendekatan lama dengan melarang atau membatasi akses tidak akan efektif. Generasi Z butuh pendampingan bijak, bukan pembatasan.

Orang tua perlu memahami platform apa yang digunakan anak-anak mereka. Anda tidak perlu menjadi ahli, tetapi setidaknya ketahuilah apa itu TikTok, Instagram, atau Discord. Komunikasi terbuka tentang pengalaman digital anak Anda akan lebih efektif daripada pengawasan yang berlebihan.

Sekolah dan universitas juga perlu mengadaptasi metode pembelajaran. Pembelajaran berbasis visual, microlearning, dan platform interaktif dapat meningkatkan efektivitas pendidikan. Lebih penting lagi, pendidikan literasi digital dan etika berkomunikasi harus menjadi kurikulum wajib.

Kesadaran akan pentingnya Generasi Z sebagai generasi penerus juga tercermin dalam berbagai program pemerintah. Menko PMK Muhadjir Effendy menyatakan bahwa program Gerakan Nasional Revolusi Mental harus menyasar Generasi Z, mengingat mereka akan menjadi tulang punggung Indonesia Emas 2045. Generasi Z akan segera memimpin Indonesia. Mereka akan menjadi pengusaha, politisi, akademisi, dan pemimpin masyarakat. Pola komunikasi digital yang mereka kembangkan hari ini akan memengaruhi cara mereka memimpin besok.

Karena itu, kita perlu memastikan transformasi komunikasi ini mengarah pada hal positif. Generasi Z perlu dibekali tidak hanya skill digital, tetapi juga wisdom untuk menggunakannya dengan bijak. Mereka perlu memahami bahwa teknologi adalah alat, bukan tujuan.

Yang terpenting, mereka perlu menjaga keseimbangan antara komunikasi digital dan interaksi langsung. Kemampuan empati, mendengarkan, dan berkomunikasi tatap muka tetap menjadi keterampilan dasar yang tidak tergantikan. Indonesia memiliki bonus demografi dengan mayoritas penduduk adalah Generasi Z. Jika kita berhasil membimbing mereka menjadi generasi yang cerdas digital sekaligus berakhlak mulia, masa depan bangsa akan gemilang. Namun jika kita gagal, kita akan kehilangan generasi yang seharusnya menjadi motor kemajuan.

Saatnya kita bersama-sama orang tua, guru, pemerintah, dan masyarakat memberikan panduan terbaik bagi Generasi Z. Bukan dengan melarang mereka menggunakan teknologi, tetapi dengan mengajarkan mereka menggunakan teknologi dengan penuh tanggung jawab dan kebijaksanaan.

Generasi Z adalah generasi harapan Indonesia. Mari pastikan komunikasi digital mereka menjadi kekuatan untuk membangun, bukan merusak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |