Langkah Nadiem Ajukan Praperadilan Dinilai Strategi Keliru

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan, melihat langkah Nadiem Makarim mengajukan praperadilan status tersangkan, justru strategi yang salah. Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap bisa melanjutkan kasus Nadiem sekalipun mereka kalah di praperadilan.

“Ini justru strategi kuasa hukum Nadiem yang salah. Kalau hakim menganggap salah prosedur, kan kejaksaan (penyidik Kejaksaan Agung) tinggal memperbaiki saja. Ya kalau prosedurnya salah biarkan saja, nanti tinggal bagaimana putusan akhir di pengadilan (yang membahas pokok perkara saja). Kalau kejaksaan salah dan justru memperbaikinya, malah ini kan bikin tambah ruwet,” papar Maruarar.

Menurutnya, langkah mengajukan praperadilan Nadiem justru konyol. “Ini saya kira bukan untuk kepentingan klien (Nadiem) karena kepentingan klien kan bebas. Sementara kalau praperadilan ini kalaupun mereka menang kejaksaan hanya akan memperbaiki prosedur atau syarat saja. Kasusnya masih bisa berlanjut. Kan konyol namanya,” jelas mantan hakim MK ini.

Maruarar menjelaskan, praperadilan status tersangka hanya persoalan prosedur saja. Bukan persoalan pokok perkara. Sehingga kalaupun penyidik kejaksaan kalah, mereka tetap bisa menetapkan Nadiem sebagai tersangka lagi, setelah memperbaiki prosedurnya.

“Kalau nanti PN (Pengadilan Negeri) meminta perbaikan bahwa yang mengaudit adalah BPK atau BPKP ya tidak ada masalah buat kejaksaan. Mereka (kejaksaan) tinggal memperbaiki saja dengan melengkapi dengan audit BPK atau BPKP,” kata dia. Setelah itu proses hukum terhadap Nadiem akan bisa berjalan kembali.

Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook Kemedikbudristek, Nadiem Makarim, mengajukan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir, menyebut salah satu alasan mereka mengajukan praperadilan adalah ketiadaan kerugian negara yang nyata dari BPK atau BPKP.

Menanggapi hal ini, Maruarar mengatakan, MK pernah mengeluarkan putusan bahwa berdasar UU yang sah adalah BPK, tetapi BPK juga bisa menunjuk akuntan sepanjang sudah mereka setujui. “Boleh juga dilakukan oleh yang bukan BPK atau BPKP tapi orang yang ditunjuk oleh penyidik. Walaupun nanti dalam proses persidangan harus diuji oleh pihak yang berwenang,” papar Maruarar.

Dengan adanya faktor penentuan seseorang menjadi tersangka berkaitan dengan ada tidaknya kerugian negara, kata dia, maka nanti tergantung sikap hakim untuk menerima atau tidak. “Jadi sebenarnya pembuktiannya nanti bukan di praperadilan tetapi persidangan pembuktian pokok perkara,” kata Maruarar.

Maruarar berpendapat, jika konteknya untuk kepentingan penetapan tersangka maka tidak ada masalah jika bukan dari BPK. “Yang penting ada kerugian negara. Karena memang syarat atau unsur korupsi adalah menguntung diri sendiri atau orang lain, yang merugikan negara,” jelas dia.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |