Review Film: F1

7 hours ago 3

Film F1 justru tergolong gampang menawarkan keseruan dengan satu syarat: tonton tanpa banyak mikir.

Jakarta, CNN Indonesia --

F1 mungkin akan sulit memuaskan keinginan para penggemar yang mendambakan penggambaran akurat balapan jet darat. Namun, aksi Brad Pitt sebagai Sonny Hayes itu rasanya tetap mampu menjadi tontonan menghibur bagi mereka yang awam atau baru ingin menggeluti dunia Formula One.

Film yang juga mengusung judul F1 the Movie itu tayang sebagai salah satu blockbuster andalan di musim panas tahun ini. F1 datang dengan ambisi besar yang dipikul oleh nama-nama besar, seperti Joseph Kosinski sang sutradara Top Gun: Maverick (2022) hingga bintang utama sekaliber Brad Pitt.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

F1 juga dipimpin oleh produser legendaris Jerry Bruckheimer dan menggaet pebalap kawakan Lewis Hamilton sebagai salah satu produser. Ada pula Hans Zimmer yang turun gunung menjadi komposer musik film tersebut.

Selain itu, tim produksi bahkan mendapat akses syuting untuk semua seri balapan dan berbagai aset F1 sungguhan, termasuk para pebalap dari Max Verstappen sampai Charles Leclerc.

Dengan modal dan ambisi sebesar itu, saya pun agak terkejut dengan munculnya nada sumbang terhadap F1. Bagian apa yang kira-kira membuat mereka kecewa?

Pertanyaan itu akhirnya baru terjawab dan dapat dipahami setelah saya menonton sendiri 2,5 jam perjalanan Sonny Hayes bersama Apex Grand Prix Team (APXGP) di F1 the Movie.

Dari segi cerita, F1 tidak memiliki skenario yang paripurna atau penuh efek kejutan. Naskahnya cukup jamak ditemukan di genre drama olahraga atau film blockbuster musim panas kebanyakan.

Alur cerita yang basic itu sebenarnya ditunjang sentuhan teknis seputar balapan F1 dan ajang menciptakan mobil Formula One tercepat bagi para pebalap. Elemen teknis itu menjadi bumbu yang memperkental nuansa F1 dalam cerita.

Namun, kombinasi antara aspek teknis dan aspek drama dalam F1 itu seringkali tidak tersampaikan secara padu. Kedua aspek itu beberapa kali justru saling tumpang tindih, hingga cenderung memicu kesan lebay.

Dramatisasi cerita itu kemungkinan besar menjadi pemicu kekecewaan penonton, terutama bagi para pencinta F1 yang mengharapkan film ini benar-benar menggambarkan balapan dan aspek teknis lainnya secara akurat.

Walau begitu, segala perdebatan tentang akurasi atau kualitas cerita tidak membuat saya kesulitan menikmati F1. Film ini justru tergolong gampang menawarkan keseruan dengan satu syarat: tonton tanpa banyak mikir.

Film F1 (2025). (Warner Bros. Pictures via IMDb)Review film: F1 tidak memiliki skenario yang paripurna atau penuh efek kejutan. Naskahnya cukup jamak ditemukan di genre drama olahraga atau film blockbuster musim panas kebanyakan. (Warner Bros. Pictures via IMDb)

Jika syarat itu ditunaikan, F1 the Movie langsung mengajak penonton untuk tancap gas di lintasan balap dengan segala keseruan yang serba mewah dan megah.

Kemegahan itu terlihat jelas dari eksekusi visual hasil kolaborasi sutradara Joseph Kosinski dan pengarah sinematografi Claudio Miranda. Duo yang sebelumnya bekerja sama untuk Top Gun: Maverick itu berusaha membawa keseruan dari udara ke daratan dengan menghadirkan F1.

F1 memang tidak dianugerahi langit luas untuk aksi akrobatik menggunakan jet tempur seperti Maverick (Tom Cruise). Namun, sirkuit balapan tidak menghentikan Kosinski dan Miranda untuk menghadirkan ketegangan melalui aksi Sonny Hayes (Brad Pitt) dari balik kemudi jet darat.

Aksi itu dikemas dengan visual mengagumkan setiap kali para pebalap F1 beradu kecepatan di lintasan ikonis dunia, dari Silverstone Circuit di Inggris hingga Yas Marina Circuit di Abu Dhabi.

Joseph Kosinski dan Claudio Miranda juga tidak hanya menciptakan adegan balapan itu menjadi mengagumkan setiap gambarnya, tetapi dapat membuatnya terlihat nyata.

Selain itu, film ini cukup jeli dalam menyuguhkan adegan balap hingga Brad Pitt dan Damson Idris terlihat benar-benar mengemudikan mobil balap tersebut.

Satu poin plus lain dari F1 adalah porsi balapan yang begitu menonjol sepanjang cerita. Film ini mengalokasikan banyak menit untuk aksi Sonny Hayes dan Joshua Pearce (Damson Idris) di balik kemudi, mulai dari sesi latihan hingga ketika hari balapan.

Keunggulan visual itu semakin lengkap berkat scoring garapan Hans Zimmer. Kehadiran sang komposer ikonis itu terbukti menjamin kualitas jempolan F1 untuk urusan musik latar.

Kinerja dari departemen audio dan visual yang menelan bujet ratusan juta dolar itu disambut penampilan mengesankan Brad Pitt sebagai si pebalap tua Sonny Hayes.

Ia adalah orang yang tepat untuk memerankan underdog tua dengan kehidupan payah macam Hayes. Karakter itu begitu cocok dengan dirinya, bagaikan jodoh yang baru bisa ditemui Brad Pitt setelah usianya menyentuh 61 tahun.

Film F1 (2025). (Warner Bros. Pictures via IMDb)Review film: Satu poin plus lain dari F1 adalah porsi balapan yang begitu menonjol sepanjang cerita. (Warner Bros. Pictures via IMDb)

Kombinasi lintas generasi antara Brad Pitt dan Damson Idris juga melahirkan chemistry bagus khas duo veteran berpengalaman dan pemula berbakat. Penampilan itu diperkuat dengan aksi apik talenta Britania seperti Kerry Condon dan Sarah Niles, atau Javier Bardem yang tak perlu diragukan kapasitasnya.

Dengan segala keunggulan ini, F1 sesungguhnya sudah mencentang sebagian besar syarat yang dibutuhkan untuk mencetak torehan box office impresif.

Produk kelas premium itu hanya perlu dipasarkan dengan optimal, seperti memanfaatkan Brad Pitt sebagai magnet yang mampu menarik banyak penonton.

Di sisi lain, F1 juga tidak hanya menjadi surat cinta untuk penggemarnya, tetapi juga menjadi salam perkenalan bagi pencinta film umum yang masih awam dengan dunia balapan Formula One.

[Gambas:Youtube]

(end)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |