Warga Palestina menggotong jenazah Reem Al-Akhras yang terbunuh saat menuju pusat bantuan Gaza, di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Selasa, 3 Juni 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam sebuah kejutan yang tidak biasa, Kanselir Jerman Friedrich Merz secara terbuka dan terbuka mengkritik perang Israel di Gaza.
Hal ini terjadi selama partisipasinya pada tanggal 26 Mei 2025 di konferensi digital re:publica di Berlin. Dia membuat pernyataan yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza.
Merz tidak dapat memahami tujuan operasi militer tentara Israel di Jalur Gaza, dan bahwa tingkat penderitaan warga sipil tidak dapat dibenarkan dengan memerangi terorisme Hamas.
Mengkritik Israel secara terbuka dari tingkat kekuasaan tertinggi di Jerman memang merupakan sebuah preseden dalam kebijakan resmi Jerman sekaligus sebuah pergeseran luar biasa yang mengejutkan sekaligus patut dipertanyakan.
Ini adalah pertama kalinya sejak awal perang genosida di Gaza, seorang kanselir Jerman berani menyatakan secara terbuka bahwa apa yang dilakukan tentara Israel saat ini mungkin merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional dan oleh karena itu tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Bagaimana pergeseran sikap politik Jerman yang tiba-tiba ini dapat dijelaskan? Apa motif sebenarnya di balik kritik-kritik malu-malu yang disuarakan oleh sejumlah politisi Jerman dalam beberapa hari terakhir ini?
Apakah nada yang tidak lazim dalam wacana resmi ini benar-benar menandakan pergeseran radikal dalam kebijakan Jerman terhadap konflik Israel-Palestina?
Selama 19 bulan terakhir, pemerintah Jerman tetap setia pada sikap pro-Israelnya, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sejak awal perang genosida di Gaza, Berlin telah memanfaatkan sumber daya material dan moralnya yang sangat besar untuk memberikan dukungan mutlak dan tanpa syarat kepada pemerintah sayap kanan Netanyahu.