Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang warga Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Nduga, Papua Pegunungan bernama Abral Wandikbo ditemukan meninggal dunia pada Maret 2025 lalu. Koalisi masyarakat sipil menduga Abral menjadi korban dari prajurit TNI.
Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru mengecam keras tindakan penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) tersebut.
"Tindakan keji ini diduga dilakukan oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 22-25 Maret 2025 ketika menjalankan operasi militer di Kampung Yuguru," dikutip dari keterangan tertulis Amnesty International Indonesia, Sabtu (14/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi mengatakan Abral bukan anggota kelompok bersenjata, kelompok pro-kemerdekaan Papua, dan tidak memiliki keterlibatan apapun dalam aktivitas bersenjata.
"Justru sebaliknya, dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru, demi memfasilitasi mobilitas masyarakat," kata koalisi.
Koalisi menjelaskan kronologi meninggalnya Abral. Pada 22 Maret lalu, ia ditangkap oleh aparat TNI saat memeriksa rumah warga satu per satu.
Menurut koalisi, Abral ditangkap tanpa alasan yang jelas dan tanpa bukti yang sah serta tanpa didampingi kuasa hukum.
Abral kemudian dibawa ke pos TNI di lapangan terbang Yuguru dan tidak pernah kembali.
"Baru pada 25 Maret 2025, Abral ditemukan telah meninggal dunia dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Tubuhnya termutilasi, telinga, hidung, dan mulut hilang, kaki dan betis melepuh serta kedua tangan terikat dengan borgol plastik (plasticuff)," kata koalisi.
Koalisi menduga kuat Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Menurut koalisi, aparat TNI padahal menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup.
YKKMP bersama koalisi masyarakat sipil pada Jumat (13/6) telah melakukan audiensi resmi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta untuk melaporkan kasus tersebut sebagai dugaan pelanggaran HAM berat.
Koalisi juga mendesak Pemerintah dan TNI mengusut kasus tersebut serta dugaan perusakan rumah dan fasilitas umum di Yuguru.
"Aparat TNI di lapangan maupun pimpinan mereka di tingkat komando harus dimintai pertanggungjawaban hukum secara adil dan transparan," kata koalisi.
TNI bantah
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengatakan Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi adalah salah satu kelompok OPM Kodap III/Ndugama, yang ditangkap saat prajurit TNI melaksanakan operasi penindakan.
"Operasi dilaksanakan secara terukur dan profesional dan ditemukan dua pucuk senjata rakitan serta ditemukan beberapa catatan dari yang bersangkutan sama persis dengan yang di posting di Facebook," kata Kristomei saat dihubungi.
Ia mengatakan bukti Abral adalah anggota kelompok OPM adalah adanya foto yang bersangkutan sambil membawa Senjata M-16 A2.
Kristomei menyebut saat diinterogasi, Abral bersedia menunjukkan jalan ke salah satu Honai di Kampung Kwit. Berdasar informasi yang diberikan oleh yang bersangkutan, di Honai terdapat dua pucuk senjata organik.
"Kemudian yang bersangkutan dibawa sebagai penunjuk jalan, namun saat di tengah perjalanan melarikan diri, kemudian Prajurit TNI mengeluarkan tembakan peringatan. Tetapi yang bersangkutan tetap melarikan diri dan melompat ke arah jurang," katanya.
Ia mengatakan saat itu aparat TNI tidak melanjutkan upaya pengejaran dan memastikan kondisi yang bersangkutan dikarenakan faktor keamanan.
"Ada baiknya YKKMP, koalisi masyarakat sipil ataupun Amnesty International juga menyelidiki intimidasi, pemerkosaan, kebiadan (OPM) terhadap guru dan tenaga kesehatan yang mengabdi di pedalaman Papua serta kekejian terhadap pendulang yang dibunuh secara biadab beberapa waktu lalu," ujarnya.
(fra/yoa/fra)