159 Ribu Ton Sampah di Kudus, Bisakah Insinerator Jadi Penyelamat?

3 months ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Permasalahan sampah menjadi tantangan krusial bagi banyak daerah di Indonesia, tak terkecuali Kabupaten Kudus. Merujuk pada Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN), pada 2024, Kabupaten Kudus menghasilkan timbulan sampah tahunan mencapai angka 159.650,27 ton.

Jumlah ini setara dengan 4,5 persen dari total timbulan sampah tahunan di tingkat nasional, sebuah angka yang menunjukkan urgensi penanganan serius. Dalam upaya mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang menargetkan pengelolaan sampah lebih efektif, sebuah inisiatif penting telah digulirkan di Kabupaten Kudus.

Penyerahan bantuan insinerator untuk penanganan sampah residu di Desa Jati Kulon dan Kedungdowo, Kabupaten Kudus, oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation dinilai menjadi tonggak penting dalam upaya mereduksi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Insinerator ini secara spesifik dirancang untuk mengolah sampah anorganik yang telah melalui proses pemilahan dan tidak lagi memiliki nilai ekonomi untuk didaur ulang (sampah residu). Ini mencakup jenis sampah seperti plastik kemasan, popok, dan plastik kualitas rendah.

Namun, keberhasilan insinerator ini sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Program Director Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF), Jemmy Chayadi, mengatakan hampir sewindu Bakti Lingkungan Djarum Foundation menginisiasi program pengelolaan sampah organik dan kini residu di Kabupaten Kudus. "Kami mengamati bahwa akar dari pengelolaan limbah terletak pada individu, sebagai produsen sampah. Menggunakan alat secanggih apa pun, jika tidak ada perubahan pola pikir dan keterlibatan pribadi, tentu persoalan sampah tidak akan selesai," ujarnya dalam penyerahan dua insinerator di Desa Jati Kulon dan Kedungdowo pada Senin (23/6/2025).

Bantuan insinerator ini melengkapi berbagai solusi pengelolaan sampah organik dan anorganik yang telah didorong sejak 2018, menunjukkan komitmen terhadap pengurangan timbulan sampah di TPA Kabupaten Kudus secara holistik. Aksi ini diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap visi pemerintah setempat yang menargetkan 90 persen timbulan sampah terolah pada 2029.

Manfaat insinerator bagi pengelolaan sampah di Kudus dinilai cukup besar. Pertama, alat ini secara drastis mengurangi volume sampah residu. Dengan membakar sampah pada suhu tinggi (800 hingga 1.000 derajat Celsius), sampah diubah menjadi abu, sehingga meminimalisasi kebutuhan lahan untuk penumpukan di TPA.

Kedua, teknologi insinerator ini dikembangkan dengan memerhatikan delapan standar baku mutu, memastikan operasionalnya aman bagi masyarakat sekitar. Hal ini penting untuk menghilangkan kekhawatiran publik terkait potensi dampak negatif pembakaran sampah.

Salah satu aspek krusial dari insinerator ini adalah efisiensinya dalam penggunaan energi. Operasionalnya dirancang tidak membutuhkan bahan bakar fosil. Energi yang digunakan sepenuhnya berasal dari pembakaran sampah residu itu sendiri. Untuk dapat beroperasi selama 24 jam setiap harinya, insinerator ini membutuhkan pasokan hingga 6,5 ton sampah residu, yang dipenuhi dari tiga desa.

Deputy Manager Program BLDF, Redi Joko Prasetyo, mengatakan, insinerator ini dirancang dengan cermat agar tidak memberikan dampak ke lingkungan, selama pemanasannya tidak tercampur dengan sampah organik. "Maka itu, penyortiran sampah sejak di level rumah tangga jadi kunci," kata dia.

Bupati Kabupaten Kudus, Sam'ani Intakoris, menyambut baik bantuan ini. Atas nama masyarakat Kabupaten Kudus, dia mengucapkan terima kasih atas bantuan insinerator di dua desa, Jati Kulon dan Kedungdowo. Jumlah ini sifatnya sementara, karena akan ada di tempat lain juga.

"Beberapa solusi pengelolaan sampah ini, termasuk melalui penggunaan insinerator, memberi semangat bagi desa-desa untuk mengelola sampah secara mandiri. Semoga bantuan insinerator ini dirawat dan dikelola dengan baik," ujarnya.

Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus, Abdul Halil, menyoroti urgensi pengelolaan sampah. "Kita (manusia) ini penghasil sampah. Kalau tidak dikelola dengan bijak, maka akan menjadi permasalahan yang serius. Saat ini gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) luar biasa, tetapi yang dikelola baru separuhnya. Sebagian lagi sudah dikelola oleh masyarakat dan dengan bantuan BLDF," ujarnya.

Dia menyebut keberhasilan program ini juga bergantung pada kapasitas dan komitmen desa, yang mencakup kemampuan 60 persen kepala keluarga (KK) untuk memilah sampah secara mandiri serta ketersediaan fasilitas pengolahan sampah yang memadai untuk menampung residu sampah harian dari dusun lain.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |