REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,9 persen, turun dari proyeksi sebelumnya 5 persen, di tengah ketidakpastian perdagangan global yang masih tinggi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi revisi tersebut dengan optimistis. Ia menekankan berbagai stimulus pemerintah akan menjaga pertumbuhan ekonomi tetap kuat.
“OECD dan lembaga internasional lain justru melakukan upgrade. Dari di bawah 4,9 persen sekarang memasukkan 4,9 persen,” kata Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Airlangga menambahkan, berbagai program pemerintah sudah digelontorkan, termasuk kucuran dana Rp200 triliun ke bank-bank Himbara pada pertengahan September 2025. “Dengan berbagai program pemerintah, termasuk mendorong Rp200 triliun ke perbankan, sektor diharapkan bergerak. Spending pemerintah dari K/L juga akan dievaluasi, Presiden sudah menyetujui. Menjelang Oktober, yang belum terpakai bisa dialihkan untuk program lain,” jelasnya.
Selain belanja pemerintah, Airlangga menyebut paket stimulus yang disiapkan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) akan menopang konsumsi masyarakat. “Kita sudah punya paket, termasuk diskon tiket pesawat, PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), diskon jalan tol, kapal, kereta api, sampai harbolnas. Itu untuk mendorong konsumsi,” ujarnya.
ADB sebelumnya merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,9 persen, dari April 2025 yang sebesar 5 persen. Untuk 2026, ekonomi RI diperkirakan tumbuh 5 persen, turun dari proyeksi sebelumnya 5,1 persen.
ADB menilai Asia Tenggara mengalami penurunan prakiraan pertumbuhan terbesar di tengah lemahnya permintaan global dan naiknya ketidakpastian perdagangan. Pertumbuhan subkawasan diperkirakan hanya 4,3 persen pada 2025, turun 0,4 poin dibandingkan perkiraan April 2025.
“Tarif Amerika Serikat masih berada pada tingkat yang tinggi secara historis dan ketidakpastian perdagangan global juga sangat tinggi,” ujar Kepala Ekonom ADB, Albert Park, dalam keterangannya.