Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak (kedua dari kiri)menggelar konferensi pers bersama Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) di Kantor Kementerian Haji dan Umrah RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pemerintah tengah berupaya menyisir dan menekan potensi kebocoran anggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji yang selama ini diperkirakan mencapai 20 hingga 30 persen dari total anggaran senilai Rp17 triliun.
Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Selasa (30/9/2025), mengatakan potensi kebocoran yang besar itu menjadi salah satu penyebab mahalnya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Oleh karena itu, pemerintah menggandeng Kejaksaan Agung untuk melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh tahapan pengadaan haji.
"Perintah Presiden begitu. Ini masih satu tahapan, makanya kami sangat membutuhkan bantuan dari Kejaksaan Agung. Tadi Prof Reda (Jamintel) dan tim sudah menyatakan akan fokus membantu," kata Dahnil.
Ia menjelaskan struktur biaya penyelenggaraan haji yang mencapai Rp17 triliun terbagi dalam 10 proses pengadaan utama, dengan beberapa pos anggaran terbesar berasal dari transportasi udara, layanan syarikah, katering, dan akomodasi jamaah di Arab Saudi.
Dahnil menjelaskan dalam 10 tahapan proses pengadaan haji, potensi kebocoran diperkirakan bisa mencapai Rp5 triliun per tahun. Oleh karena itu, upaya pengawasan diharapkan dapat memberikan efisiensi anggaran yang signifikan.
"Dari 17 triliun total biaya penyelenggaraan haji untuk memberangkatkan 203 ribu orang, kebocoran 20 sampai 30 persen berarti hampir Rp5 triliun. Itu yang kami ingin tekan semaksimal mungkin, kalau bisa nol kebocoran," ujarnya.
Dahnil menyebutkan salah satu contoh efisiensi yang telah berhasil dilakukan adalah pada layanan syarikah. Tahun lalu, biaya layanan syarikah per orang mencapai 2.300 riyal. Pada tahun ini, setelah melalui proses lelang yang terbuka, biaya tersebut berhasil ditekan menjadi 2.100 riyal.
"Pemotongan biaya syarikah ini sudah menghemat hampir Rp180 miliar. Itu tanpa pungli, tanpa manipulasi. Ini contoh konkret bahwa efisiensi bisa dilakukan jika tata kelola diperbaiki," ujar dia.
sumber : Antara