REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendesak pemerintah segera memperkuat kebijakan udara bersih dan kawasan tanpa rokok di ruang publik. Permintaan ini dilayangkan sebagai langkah mendesak untuk melindungi kesehatan anak-anak dari ancaman ganda polusi udara dan paparan asap rokok yang terbukti berdampak buruk pada tumbuh kembang mereka.
IDAI menekankan bahwa anak-anak, terutama pada usia dini, merupakan kelompok yang paling rentan terhadap paparan polutan mikro dan bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam udara kotor (seperti PM 2.5) dan asap rokok (perokok pasif). Paparan ini dinilai tidak hanya memicu masalah pernapasan akut dan kronis seperti asma dan infeksi paru berulang, tetapi juga dikaitkan dengan gangguan serius pada perkembangan kognitif dan saraf anak, bahkan sejak dalam kandungan.
"Kerusakan akibat paparan tersebut tidak hanya memicu gangguan pernapasan pada anak, tetapi juga dapat meningkatkan risiko penyakit kronis ketika mereka dewasa kelak," kata Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Dia mengatakan polusi udara dan asap rokok merupakan dua faktor lingkungan yang kerap diabaikan, padahal keduanya memiliki dampak jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak. Ia menjelaskan IDAI menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap regulasi kualitas udara, pengawasan emisi kendaraan dan industri, serta penerapan kawasan tanpa rokok secara luas, termasuk di taman bermain, area sekolah, dan tempat publik lainnya.
Menurut Piprim, langkah tersebut menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan stunting dan berbagai penyakit akibat paparan polutan sejak dini. “Jangan ada kompromi terhadap paparan rokok dan polusi udara. Keduanya berkontribusi terhadap stunting dan gangguan kesehatan jangka panjang pada anak,” ujarnya.
Selain itu, IDAI juga menyerukan peningkatan edukasi publik secara masif melalui berbagai media agar masyarakat memahami bahaya polusi udara dan asap rokok. Piprim menilai upaya perlindungan anak tidak bisa hanya dilakukan sektor kesehatan, tetapi memerlukan kolaborasi lintas sektor termasuk pemerintah, dunia pendidikan, dan masyarakat.
“Kebijakan yang pro kesehatan anak adalah investasi untuk masa depan bangsa,” kata dia.
Dokter Spesialis dari UKK Respirologi Ilmu Kesehatan Anak IDAI, dr Cynthia Centauri Sp.A. Subsp. Resp. (K), menilai upaya mengatasi dampak polusi udara dan paparan asap rokok terhadap kesehatan anak perlu dilakukan secara menyeluruh melalui kombinasi kebijakan pemerintah, edukasi publik, serta langkah lingkungan seperti penanaman pohon. Menurut dia, penanaman pohon berperan penting dalam mengurangi emisi gas buang serta menjadi penghalang alami bagi partikel polutan.
“Pohon bisa membantu menyerap karbon dioksida dan menjadi barier aktif terhadap debu atau partikel polutan di udara, terutama bagi rumah yang berada di pinggir jalan raya,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan langkah tersebut perlu diiringi dukungan regulasi pemerintah agar pengendalian polusi udara dapat berjalan efektif. Selain itu, kampanye antirokok perlu terus diperkuat untuk mencegah dampak ganda terhadap kesehatan anak dan lingkungan. Ia berharap pemerintah memberi dukungan serius dalam menekan polusi udara, karena masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat masyarakat.