REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Hamas, Jihad Islam, dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (FPLP) mengumumkan penolakan mereka terhadap perwalian asing apa pun atas Gaza. Mereka menekankan bahwa pemerintahan di Jalur Gaza adalah murni urusan internal Palestina.
Hal ini disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Jumat malam oleh ketiga gerakan tersebut, bertepatan dengan dimulainya gencatan senjata dan penarikan sebagian pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza. Ketiga faksi tersebut mengapresiasi upaya Qatar, Turki, dan Mesir dalam mencapai kesepakatan.
Merujuk Aljazirah, faksi-faksi tersebut mengatakan perjanjian tersebut merupakan kegagalan politik dan keamanan dari rencana pendudukan untuk memaksakan pengungsian. Mereka mencatat bahwa “pembebasan ratusan tahanan perempuan dan laki-laki mencerminkan ketabahan perlawanan dan kesatuan posisi mereka.”
Faksi-faksi tersebut meminta negara-negara penengah dan Washington untuk memastikan komitmen penjajah terhadap perjanjian tersebut. Mereka juga memuji “gerakan global dalam solidaritas dengan rakyat kami untuk menolak genosida dan mengadili kejahatan pendudukan.”
Mereka juga menyatakan kesiapannya untuk mengambil manfaat dari partisipasi Arab dan internasional dalam rekonstruksi Gaza "dengan cara yang meningkatkan kehidupan yang bermartabat bagi rakyat kami dan menjaga hak-hak mereka atas tanah mereka."
Sebaliknya, ketiga faksi tersebut menolak pengawasan asing atas Gaza. “Kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina.”
“Kami menekankan penolakan mutlak kami terhadap pengawasan asing, dan kami menegaskan bahwa menentukan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza dan landasan kerja lembaga-lembaganya adalah masalah internal Palestina yang ditentukan bersama oleh komponen nasional rakyat kami.”
Mereka menyerukan dimulainya proses politik nasional yang bersatu dengan semua kekuatan dan faksi Palestina. Patut dicatat bahwa Hamas dan Israel mencapai kesepakatan pada Kamis pagi mengenai tahap pertama rencana Presiden AS Donald Trump untuk melakukan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara kedua belah pihak.
Perjanjian tersebut dicapai setelah empat hari negosiasi tidak langsung antara kedua pihak di Sharm el-Sheikh, dengan partisipasi Turki, Mesir, dan Qatar, dan di bawah pengawasan AS.
Satu dari 20 poin yang disampaikan Presiden AS Donald Trump terkait gencatan senjata permanen di Gaza melarang Hamas terlibat dalam bentuk apapun dalam pemerintahan di Gaza. Pemerintahan transisi kemudian akan dibentuk berisi para teknokrat Palestina.
Namun, pemerintahan transisi itu akan diawasi oleh dewan pengawas yang dipimpin Donald Trump serta mantan perdana menteri Inggris Tony Blair. Para pakar menilai skema ini tak beda dengan kolonialisme baru yang ditimpakan terhadap warga Palestina. Mereka juga memertanyakan kesertaan Tony Blair yang terkenal dengan kebohongannya soal senjata pemusnah massal yang jadi alasan invasi Inggris-AS ke Irak. Ratusan ribu warga Irak tewas akibat perang tersebut. Jumlahnya berkali lipat jika termasuk korban kekacauan di Irak selepas invasi.