Kebijakan B50 dan E10 Jadi Arah Baru Transisi Energi Nasional

7 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mempertegas komitmen menuju kemandirian energi nasional dengan dua langkah strategis, antara lain penerapan mandatori biodiesel B50 pada 2026 dan persiapan program bensin campuran etanol E10. Kebijakan demikian, bagian dari strategi besar transisi energi yang menekan impor bahan bakar fosil sekaligus memperkuat ekonomi berbasis sumber daya domestik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan penerapan kedua kebijakan itu merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap ketahanan energi. Program B50, kata dia, akan menjadi kunci penghentian total impor minyak solar mulai 2026, sedangkan E10 disiapkan untuk memperluas pemanfaatan bioenergi dari hasil pertanian seperti tebu dan singkong.

"Mulai 2026, insya Allah kita dorong ke B50, sehingga tidak ada lagi impor solar. Kita manfaatkan potensi sawit dalam negeri dan perkuat ketahanan energi nasional,” ujar Bahlil di forum Investor Daily Summit 2025, Jakarta, pada pertengahan pekan ini, dikutip Jumat (10/10/2025).

Kementerian ESDM mencatat, implementasi biodiesel selama lima tahun terakhir telah menghemat devisa hingga 40,71 miliar dolar AS. Dengan berjalannya program B50, penghematan tambahan diproyeksikan mencapai 10,84 miliar dolar AS hanya dalam satu tahun. Langkah ini sekaligus memperkuat kemandirian pasokan solar nasional yang seluruhnya akan bersumber dari produksi domestik.

Secara teknis, lanjut Bahlil, B50 dirancang untuk menutup sisa impor yang masih tersisa pada kebijakan B40. Tahun ini, impor minyak solar diperkirakan mencapai 4,9 juta kiloliter atau 10,58 persen dari total kebutuhan nasional. Peningkatan porsi bahan bakar nabati melalui B50 diharapkan mampu menggantikan sepenuhnya volume impor tersebut.

Untuk mendukung target itu, pemerintah menyiapkan peningkatan kapasitas produksi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari 15,6 juta kiloliter pada 2025 menjadi 20,1 juta kiloliter pada 2026. Kenaikan kapasitas ini diperkirakan menciptakan efek berganda, termasuk penyerapan tenaga kerja hingga 2,5 juta orang di sektor perkebunan dan 19 ribu pekerja di industri pengolahan.

Kebijakan pengembangan bioenergi tidak hanya difokuskan pada biodiesel. Pemerintah juga tengah menyiapkan mandatori bahan bakar campuran etanol 10 persen (E10) untuk menekan impor bensin dan memperluas penggunaan energi bersih di dalam negeri.

Bahlil menegaskan, kebijakan etanol bukan langkah uji coba tanpa arah, melainkan strategi berbasis bukti dari berbagai negara yang telah berhasil menerapkannya. “Jadi tidak benar kalau dibilang etanol itu tidak bagus. Negara lain sudah pakai, dan hasilnya positif,” ujar tokoh yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.

Ia menerangkan, Brasil menjadi contoh dengan penerapan bahan bakar campuran etanol hingga 27 persen bahkan mencapai E100 di beberapa wilayah. Negara lain seperti Amerika Serikat, India, Thailand, dan Argentina juga telah menjalankan kebijakan serupa dengan komposisi antara 10 hingga 20 persen.

Bahlil menjelaskan, pengembangan etanol tidak hanya berdampak pada pengurangan impor, tetapi juga mendorong pemerataan ekonomi karena bahan bakunya berasal dari sektor pertanian di berbagai daerah. Ia menilai, pengalaman Indonesia dalam implementasi biodiesel menjadi fondasi kuat untuk memperluas transformasi menuju bahan bakar berbasis bioetanol. “Kalau ada yang bilang program ini tidak bagus, mungkin yang tidak bagus itu yang ingin impor,” ujar Bahlil dengan nada menegaskan.

Pemerintah berharap masyarakat memahami arah besar kebijakan energi yang menitikberatkan pada kemandirian nasional. Pengembangan B50 dan E10 menjadi bukti keseriusan pemerintah memperkuat ketahanan energi sekaligus mempercepat transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan.

Bahlil mengatakan, program ini akan membuka peluang kerja baru, memperkuat perekonomian daerah, serta meningkatkan nilai tambah hasil pertanian dan perkebunan. Ia menegaskan, persepsi negatif terhadap etanol tidak memiliki dasar kuat karena banyak negara telah berhasil memanfaatkannya. Pada akhirnya, kebijakan E10 diharapkan dapat mendukung komitmen Indonesia menuju pemakaian energi lebih ramah lingkungan.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |