REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap bahwa secara umum kasus keracunan pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebabkan ketidakpatuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. BGN telah mengambil langkah penutupan SPPG yang bekerja tak sesuai SOP.
"Kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan saksama," kata Kepala BGN Dadan Hindayana dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia mencontohkan ketidakpatuhan SPPG pada SOP yang telah ditetapkan oleh BGN, di antaranya terkait dengan waktu pembelian bahan baku makanan pada MBG. Dadan mengatakan BGN menetapkan bahwa pembelian makanan harus dilakukan pada H-2 atau dua hari sebelum makanan dimasak. Akan tetapi, masih terdapat SPPG yang membeli bahan baku pada H-4.
Selain itu, ujar Dadan melanjutkan, ada pula ketidakpatuhan SPPG terhadap SOP yang berkenaan dengan rentang waktu penyiapan makanan hingga pengirimannya kepada penerima manfaat di sekolah-sekolah.
Dadan menyampaikan rentang waktu ideal antara proses memasak hingga pengiriman kepada penerima manfaat adalah 6 jam dan paling optimal selama 4 jam. Sementara pada implementasinya, terdapat SPPG yang memakan waktu hingga 12 jam untuk menyiapkan makanan hingga mengirimnya kepada penerima manfaat.
Dari beragam kasus keracunan yang terjadi pada 6.456 penerima manfaat per 30 September 2025, BGN telah menutup sementara SPPG yang tidak mematuhi SOP itu.
"Jadi dari hal-hal seperti itu, kita memberikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara sampai semua proses perbaikan dilakukan," ucap Dadan.
Lalu, kata dia melanjutkan, pemerintah pun telah menyiapkan langkah mitigasi agar kasus keracunan MBG tidak kembali terulang. Di antaranya terkait dengan persoalan sanitasi.
Pemerintah kini mewajibkan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Kemudian, seluruh SPPG juga diwajibkan memiliki alat sterilisasi guna memastikan setiap alat makan yang digunakan oleh penerima manfaat dalam keadaan steril.
Dadan menyampaikan, per 1 Oktober 2025 telah terbentuk sebanyak 10.012 SPPG program MBG. "Kita berhasil membentuk 10.012 SPPG. Jadi di akhir September itu kita menargetkan 10.000 SPPG, Alhamdulillah terbentuk 10.012. Jadi, kita melebihi target 12," ucap Dadan.
Menurut dia, penambahan jumlah SPPG itu berdampak pula pada penambahan penyerapan anggaran BGN dalam melaksanakan Program MBG. Dadan mengatakan diperkirakan penyerapan anggaran BGN hingga 5 Oktober 2025 mendatang bertambah Rp5 triliun, menyusul jumlah SPPG yang saat ini telah mencapai 10.012 satuan.
"Satu SPPG berdiri, maka penyerapan (anggarannya) akan bertambah antara Rp900 (juta) sampai Rp1 miliar. Jadi lima hari ke depan, penyerapan anggaran Badan Gizi Nasional akan bertambah Rp5 triliun," ucapnya.
sumber : Antara